SOSOK Direktur Utama Garuda Indonesia itu begitu menyenangkan: tinggi, besar, kalem, dan sangat tenang. Pun di saat Garuda Indonesia mestinya berada di puncak kesulitan terbesarnya sekarang ini.
Irfan Setiaputra, sang dirut, tidak pernah kelihatan risau. Pun ketika Kementerian BUMN mengisyaratkan, kalau perlu, Garuda dibubarkan saja.
Tiga bulan lalu, ketika kesulitan keuangan Garuda mulai memuncak, yang panik malah orang yang di luar Garuda. Irfan sendiri dengan tenang mengatakan Garuda baik-baik saja. Garuda akan tetap terbang seperti biasa sampai kapan pun.
Irfan ternyata benar –setidaknya sementara ini. Ternyata sampai saat ini –berarti sudah tiga bulan kemudian– Garuda masih tetap eksis –apapun wujud eksis itu.
Di saat muncul berita Garuda kalah di pengadilan Inggris, Irfan masih bisa ke luar negeri. Dua minggu pula. Tanggal 1 sampai 16 Oktober. Ke Amerika dan Eropa. Bersama istri, anak, menantu, dan cucu. Disertai vice president personalia Garuda dan wakilnya.
Alasan resminya: menghadiri sidang IATA dan World Air Transport Summit. Tanggalnya 2-5 Oktober 2021. Tempatnya di Boston, Amerika.
Perjalanan ke Boston memang bisa lewat Asia Timur atau lewat Eropa. Sama saja. Maka apa salahnya kalau Irfan sekalian mampir Eropa. Dan lagi kalau jauh-jauh ke Boston hanya untuk acara dua hari tentu sayang sekali. Apa salahnya sekalian dua minggu. Sekalian untuk acara yang lain.
Pokoknya kita seperti diajak untuk tidak usah risau. Apalagi panik. Dan lagi, ingat: tanda-tanda baik sudah muncul. Covid-19 sudah reda. Dengan cepat. Orang sudah mulai suka terbang lagi.
Maka kelihatannya Garuda tidak menganggap perlu menanggapi serius pernyataan Kementerian BUMN itu. Soal ''kalau perlu dibubarkan'' itu.
Garuda memang mengeluarkan pernyataan pers. Tertulis. Isinya, juga mengisyaratkan agar kita tenang saja: Garuda lagi fokus ke melakukan restrukturisasi utang.
Pernyataan Kementerian BUMN sendiri diucapkan oleh Wakil Menteri II Kartika Wirjoatmodjo.
"Kalau restrukturisasi itu mentok, ya kita tutup Garuda Indonesia. Tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara. Nilai utangnya terlalu besar," ujar Kartika.
Restrukturisasi itu menyangkut utang yang jatuh tempo. Nilainya Rp 70 triliun. Sedang yang belum jatuh tempo masih sekitar Rp 70 triliun lagi.
Untuk itu, kelihatannya Garuda punya gaya negosiasi sendiri. Memang ada juga yang mulai berhasil: utangnya ke-9 lembaga bisa dijadwal ulang.
Sembilan lembaga itu adalah: Pertamina (utang bahan bakar, sekitar Rp 12 triliun), Angkasa Pura (utang biaya landing dan take off sekitar Rp 3 triliun), dan kepada bank-bank milik BUMN sendiri.