Kondisi ini menandakan bahwa kasus kekerasan seksual di Indonesia memang butuh perhatian serius.
“Bahwa korban sampai harus bersuara di media sosial adalah bukti bahwa penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia belum optimal,” sambung Dara.
Dara lantas menyinggung Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender yang dilakukan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada 2020.
Hasilnya, mayoritas masalah kekerasan seksual di Indonesia berakhir tanpa kepastian.
Sementara, 57 persen korban kekerasan seksual mengaku tak ada penyelesaian dalam kasus mereka.
Hanya 19,2 persen korban yang berhasil mengawal kasus kekerasan seksual sampai pelaku berakhir di penjara.
“Sisanya, antara berdamai atau dinikahkan dengan pelaku. Ini menjadi PR besar untuk penghapusan kekerasan seksual di Indonesia,” tegasnya.
Karena itu, PSI mendesak pentingnya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Kejadian yang menimpa MS itu menjadi bukti sahih bahwa kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja, baik laki-laki dan perempuan.
“Itulah pentingnya kita mendukung agar RUU PKS segera disahkan agar semua korban punya payung hukum yang melindungi mereka,” tandasnya. (ruh/int/pojoksatu/ima)