Menurut Prof Dwi, keahlian dokter Indonesia di bidang pinggul dan lutut sudah sejajar di negara maju. Tidak boleh diragukan lagi. Ganti tulang pinggul dan ganti lutut sudah sangat mahir.
Ahlinya pun sudah banyak. Mereka punya perkumpulan ahli pinggul dan lutut: IHKS (Indonesian hip knee society). Anggotanya harus dokter orthopedi yang punya minat khusus pada kasus pinggul dan lutut. Di Surabaya ada 7 orang –dari 77 se-Indonesia.
"Dokternya sudah lari. Tinggal perawatnya yang terus kita bina. Kita ikutkan pendidikan-pendidikan kami," katanya.
Dua kekurangan lainnya adalah kualitas manajemen rumah sakit dan kualitas ruang operasi. "Tidak semua ruang operasi bisa dipakai untuk operasi pinggul dan lutut," katanya.
Persyaratan itulah yang ia kenakan ketika RS Al Irsyad memintanya bergabung. Semua keinginan Prof Dwi harus dipenuhi. Dan itu berarti harus membangun gedung baru.
Gedung lamanya sudah tidak bisa dikembangkan. Itulah gedung yang asalnya rumah tiga kapling milik AR Baswedan –kakek Gubernur Jakarta sekarang, Prof Anies Baswedan PhD.
Rumah tersebut di tahun 1970-an disumbangkan ke Yayasan Al Irsyad asal digunakan untuk rumah sakit. Anies sempat ke RS lama itu saat ia menjabat menteri pendidikan.
Pandemi ternyata menambah kepercayaan orang-orang kaya pada kemampuan dokter bangsa sendiri. (*)