"Di Surabaya yang antre 70 lebih," ujar Eddy Sukotjo, aktivis donor Konvalesen.
"Kami juga sudah cari donor untuk ayah. Tidak berhasil," ujar Vivi.
Saya pun menghubungi Dr dr Monica, pelopor Konvalesen Indonesia. Yang dari RS Maranatha Bandung itu. Monica tidak bisa menjawab. Dia hanya histeris seperti ingin menangis. Monica seperti kehabisan suara. Dia merasa begitu kecil dukungan untuk kampanye Konvalesen.
Mungkin banyak pejabat tertinggi yang takut: belum semua dokter sepakat akan manfaat Konvalesen.
Padahal Monica ingin melangkah lebih jauh lagi: jangan hanya penyintas yang boleh donor. Yang sudah vaksin dua kali pun baiknya diizinkan jadi donor. Kalau memang sudah memenuhi syarat.
"Ayo dong Pak Dahlan ikut kampanye Konvalesen," ujar Eddy. "Antrean yang perlu plasma panjang sekali," tambah Eddy.
Saya pun setuju. Sabtu-Minggu lusa Harian Disway Surabaya mengadakan donor Konvalesen. Eddy Sukotjo koordinatornya. Sabtu untuk screening. Minggu untuk donor.
Helen Wijaya, presiden Lions Club Victoria Surabaya yang menyediakan cindera mata. Seperti sandal dan pelindung muka.
Melonjaknya kasus Covid belakangan ini memang memprihatinkan. Apalagi ketersediaan dana kelihatan mengering di mana-mana.
Maka banyak sekali kejadian akibat telat ambil langkah. Perasaan "sudah divaksin dua kali" membuat demam pun disangka bukan Covid. (*)