Pabrik Gula (PG) Pangkah dan Jatibarang sudah berhenti beroperasi. Petani yang mengirim tebu ke luar daerah, harganya justru dimonopoli.
Anggota DPRD Kabupaten Tegal Abu Suud, Selasa (15/6) mengatakan, para petani tebu di Kabupaten Tegal saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Mereka tidak bisa menjual tebunya ke PG Pangkah dan Jatibarang. Karena keduanya sudah berhenti beroperasi. Namun, celakanya, saat tebu dikirim ke luar daerah justru harganya dimonopoli.
"Sebenarnya petani di Kabupaten Tegal masih banyak yang menanam tebu. Tapi mereka kesulitan menjual tebu karena PG Pangkah dan PG Jatibarang sudah tutup," katanya.
Petani yang masih bertahan menanam tebu, tambah Abu Suud, berada di wilayah tadah hujan. Mereka menanam tebu karena tidak butuh air banyak. Tidak ada pilihan lain, karena hanya tanaman itu yang bisa menjadi sumber kehidupan. Namun petani tebu kesulitan untuk menjual tebunya, karena dua PG wilayah terdekat sudah tutup.
"Akhirnya mereka menjual tebu di luar wilayah. Kebanyakan jual di Cirebon. Tapi ada beberapa di PG Sragi, Pekalongan," tambahnya.
Namun, lanjut Abu Suud, harga jual tebu dimonopoli PG yang bersangkutan. Petani terpaksa menjual dengan harga yang dikeluarkan PG. Harga itu dinilai tidak sesuai dengan pasaran, karena tebu dijual dengan harga Rp23 ribu hingga Rp30 ribu perkuintal.
Kalau dihitung-hitung, petani rugi karena antara harga produksi dengan harga jual, lebih tinggi harga produksi.
Dengan adanya rencana pendirian PG di wilayah Kedungkelor, Kecamatan Warureja, para petani tebu berharap bisa kembali bergairah. Namun, petani meminta untuk harga bisa bagus. Kalau harga bagus, maka banyak petani yang akan menanam tebu. Ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (guh/ima)