Duka KRI Nanggala-402, Koreksi Alutsista Kita

Minggu 25-04-2021,11:55 WIB

Oleh: Kanti Rahayu, SH. MH*)

MASYARAKAT Indonesia menunggu kepastian nasib KRI Nanggala-402 milik TNI Angkatan Laut yang dinyatakan hilang kontak, Rabu (21/4) lalu. Tidak terkecuali keluarga awak kapal yang tentu telah harap cemas menanti kabar keberadaan anggota keluarga mereka yang menjadi bagian dari operasi latihan oleh kapal selam naas tersebut.

Kita semua berharap agar kapal selam tersebut dapat segera ditemukan dan bahkan juga berdoa agar ada keajaiban Tuhan agar seluruh awak kapal dapat keluar dari kedalaman lautan dalam keadaan selamat.

Meski telah tiga hari berlalu sebagai masyarakat yang berketuhanan kita harus yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa memiliki ketetapan dalam setiap peristiwa meskipun apabila pada akhirnya hasilnya tidak seperti yang diharapkan.

Bala bantuan telah diturunkan untuk menelusuri jejak keberadaan KRI Nanggala 402 bahkan negara tetangga turut dilibatkan. Bukan hal mudah menemukan objek di kedalaman ratusan meter di bawah permukaan laut, pastinya membutuhkan energi dan teknologi yang mumpuni.

Peristiwa ini seharusnya memberikan pelajaran bermakna bagi Indonesia khususnya Pemerintah untuk menyadari bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang luas dikelilingi oleh wilayah lautan.

Sebagai negara maritim terluas di Asia Tenggara dengan 2/3 wilayah terdiri atas lautan tentu laut memegang peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengamanan wilayah laut yang begitu luas membutuhkan sejumlah peralatan dan teknologi canggih yangwajib dimiliki oleh TNI Angkatan Laut sebagai pengawal laut Indonesia.

Sejauh ini Indonesia hanya memiliki 5 Kapal Selam untuk pengamanan seluruh wilayah laut yang begitu luas yaitu KRI Cakra-401, KRI Nanggala-402 yang kini masih dalam pencarian, KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404 dan KRI Alugoro-405. Adapun Jumlah kapal selam yang ideal untuk wilayah Indonesia adalah 12 unit kapal selam.

KRI Nanggala-402 dibuat oleh Jerman pada tahun 1977. Kapal tersebut juga berkemampuan untuk menyelam hingga kedalaman 250 meter di bawah permukaan laut selama tiga bulan.

Menilik KRI Nanggala yang telah berusia 42 tahun maka tentu faktor ini seharusnya menjadi pertimbangan manakala hendak melakukan pengamanan wilayah laut Indonesia yang begitu luas maupun apabila hendak melakukan latihan-latihan militer kelas berat.

Pembaharuan Alutsista (alat utama sistem pertahanan) menjadi catatan yang seolah diingatkan oleh alam atas peristiwa duka ini. Betapa berat tugas menjadi prajurit TNI pengawal sistem pertahanan negara.

Boleh jadi sudah saatnya Pemerintah memberi prioritas pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) mendatang untuk pembaharuan alutsista khususnya pada sistem pertahanan di laut. Meski sebagai masyarakat kita tahu bahwa biaya yang dibutuhkan tidak sedikit namun ini harus menjadi prioritas.

Sebab apabila berbicara kekuatan teknologi tentu secara prinsip kita juga akan berbicara tentang Hak Paten. Perlindungan Hak Paten atas sebuah teknologi berlangsung selama 20 tahun.

Hal ini juga menjawab bahwa sebuah teknologi pasti memiliki masa daluwarsa meski secara fisik terlihat fit. 42 tahun bukan waktu yang singkat dan tentu saja telah banyak dilahirkan paten-paten baru dibidang teknologi kapal selam yang lebih aman dan mumpuni sehingga tidak menimbulkan risiko pahit sebagai akibat penurunan kemampuan sebuah teknologi apalagi jika terus-menerus digunakan.

Untuk mewujudkan visi negara mengembalikan kejayaan masa silam dengan menjadi Poros Maritim, Indonesia tentu masih memiliki banyak pekerjaan rumah dibidang teknologi alutsista pengamanan laut yang harus dimiliki oleh TNI Angkatan Laut.

Tags :
Kategori :

Terkait