Dua pohon randu besar berdiri di tepi jalur utama Pemalang-Purwokerto, tepatnya di Desa Sikasur Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang. Pohon tersebut diyakini telah berumur ratusan tahun.
Kedua pohon itu menjulang dengan ketinggian hampir mencapai 50 meter. Ukuran lebarnya butuh delapan orang agar bisa memeluk pohon tersebut. Warga sekitar menamai pohon dan kawasan ini sebagai randu jajar.
Semenjak insiden mobil tertimpa pohon yang menewaskan empat orang di Pemalang, justru randu jajar inilah yang kemudian ramai di media sosial. Banyak anak-anak muda menggunggah foto dirinya dengan berlatar Randu Jajar tersebut.
Seperti apa yang juga dilakukan Novianatul Fadilah. Bersama temannya, ia sengaja datang dari Bantarbolang untuk melihat langsung pohon tersebut sekaligus berfoto.
"Ya tadi muter-muter, terus akhirnya kesini, karena pohon ini kan lagi tren," kata Novi sembari tersenyum kecil.
Rais (68), warga Sikasur, menyebutkan randu rajar kerap diibaratkan sebagai sosok lelaki dan perempuan yang sedang beriringan. Keduanya juga dipercayai menjaga desa tersebut, tak ayal, pohon itu pun tak boleh ditebang.
"Kades yang dulu itu pernah ada rencana menebang randu jajar ini, tapi warga beramai-ramai membawa parang dan segala macam untuk mencegah," kata Rais saat ditemui radartegal.com, di lokasi pohon, Kamis (18/3).
Randu Jajar pun kini masih berdiri sampai sekarang. Meski sekilas tampak sama, dua pohon randu alas itu rupanya punya perbedaan jika diamati lebih seksama.
Salah satu pohon yang berdiri di sisi kanan (jika dari Pemalang) memiliki lubang menganga di bagian bawah hingga ke atas, hingga tampak seperti goa.
Kepala Desa Sikasur, Kusin menceritakan, Randu Jajar sudah ada semasa neneknya masih hidup di zaman Belanda. Dia pun memastikan pohon tersebut memang telah berusia ratusan tahun.
"Itu pohon sejak jaman nenek saya juga sudah ada, umurnya sudah ratusan tahun," katanya.
Kusin tidak menyangkal, banyak warga yang juga percaya pohon ini sebagai pintu gerbang Desa Sikasur, sehingga tidak boleh ditebang.
Dikatakan, bahwa pernah ada kepercayaan zaman dulu, jika pohon ini ditebang, maka permukiman penduduk yang tinggal di arah jatuhnya pohon tersebut, akan mengalami petaka.
"Dulu warga yang tinggal di sisi timur pohon itu sampai memakai kalung, isinya rajah dan ramuan yang dibungkus kain untuk mencegah mala petaka itu," katanya.
Meski kini sudah tak ada lagi warga memakai kalung tersebut, Randu Jajar rupanya tetap memiliki cerita dan sejarahnya sendiri yang terus hidup di benak orang-orang Sikasur. (sul/zul)