Anti Pro

Minggu 14-03-2021,05:20 WIB

"Semua yang Anda dengar tentang Covid-19 itu tidak benar. Itu hanya rekayasa," bunyi berita itu.

Melissa begitu tertarik pada berita yang berlawanan dengan informasi dari sang kakak. Melissa pun terus mengikuti link-link medsos itu. Kian lama kian terseret ke dalam link-link itu. Dia merasa sehati dengan anggota aliran itu. Jiwanyi menjadi seperti terbebas.

Akhirnya Melissa percaya: berita tentang wabah itu sengaja dilebih-lebihkan. Terutama oleh penguasa media. Dengan tujuan menyebarkan ketakutan. Itulah, katanyi, bentuk teror yang dilakukan penguasa internet.

Melissa akhirnya juga percaya bahwa ada skenario besar di balik wabah itu: agar semua orang mau melakukan vaksinasi. Di dalam vaksin itu dimasukkan chip ukuran nano. Chip itulah yang akan mengubah gen manusia: menjadi tidak memercayai Jesus-Kristus.

Dia ikuti terus link-link kelompok QAnon. Melissa teperdaya oleh indoktrinasi di situ. "Awalnya kalian dipaksa memakai masker. Lama-lama kalian nanti dipaksa masuk sebuah kotak," kata berita di sana.

Melissa pun ingat cerita waktu dia masih kecil. Salah satu keluarga leluhurnyi dipaksa masuk kamar gas di Jerman –menjadi korban holocaust. Dia pun membayangkan kalau kelak dipaksa harus masuk kotak berarti sama mengerikannya dengan masuk kamar gas itu.

Melissa juga percaya bahwa kelompok intelektual lagi mengembangkan aliran misterius. Yang ritualnya memakan janin manusia. Ada yang percaya penyiar TV CNN pun makan janin.

Tujuan aliran pemakan janin itu, kata Melissa, adalah memusuhi gereja –dengan cara memusuhi Donald Trump.

Melissa pun terbawa ke aliran QAnon. Kian lama kian jauh. Kian radikal. Dia tidak percaya lagi omongan siapa pun –termasuk omongan kakak dan suaminyi.

Melissa kian radikal –menjadi sangat anti masker dan anti Demokrat. Dia berkembang dari orang pertama yang sadar masker menjadi wanita yang anti-masker.

Suami Melissa terus menasihati sang istri. Gagal. Hubungan rumah tangga merenggang. Melissa pun meninggalkan rumah. Dia pindah ke hotel.

Puncaknya tanggal 4 Juli 2020 –tepat di Hari Kemerdekaan Amerika. Melissa kecewa: hari kemerdekaan Amerika menjadi hambar. Semua gara-gara orang percaya pada Covid-19.

Hari itu Melissa ke Target –supermarket di kota kecil itu. Dia perlu belanja. Target memang punya ratusan outlet di seluruh Amerika. Di dalam supermarket itu Melissa melihat banyak masker dipajang secara mencolok. Dia pun emosi. Suasana tegang di rumah tangga terbawa sampai ke supermarket. Dia marah saat melihat pajangan masker yang begitu banyak. Dia obrak-abrik pajangan masker itu. Dia siapkan Live Instagram untuk merekam kemarahannyi itu. Otomatis langsung tersiar secara live. Langsung viral.

Suami Melissa melihat viral itu. Lalu mengirim rekamannya ke Melissa. Tentu dengan kemarahan besar.

Melissa kian berontak. Tapi sang suami harus menyelamatkannyi. Akhirnya sang suami membawa polisi ke hotel. Posisi jiwa Melissa dianggap sudah membahayakan dirinyi sendiri. Sang suami membawa Melissa ke psikiater.

Tiga kali Melissa menjalani diagnosis. Kesimpulan pun diambil. Dia menderita pengidolaan yang berlebihan. Melissa terselamatkan. Dia terus menjalani perawatan itu. "Saya telah mengambil jalan yang salah," kata Melissa. "Tapi mungkin perlu waktu 20 tahun untuk bisa sembuh sepenuhnya," tambahnya.

Tags :
Kategori :

Terkait