Sejumlah kebijakan yang gencar dilakukan pemerintah sebagai upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19, diyakini ekonomi nasional pulih pada tahun ini.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, salah satu kebijakan extraordinary yang dikeluarkan pemerintah dalam menghadapi kejadian extraordinary akibat pandemi Covid-19 adalah program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Pada tahun 2020, Pemerintah mengalokasikan sebesar Rp695,2 triliun dan telah terealisasi sebesar Rp579,78 triliun atau 83,4 persen dari pagu. Program itu kemudian dilanjutkan pada tahun 2021 dengan peningkatan alokasi hingga mencapai Rp699,43 triliun.
"Hal ini bertujuan untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19, khususnya melalui penyediaan vaksinasi, mempertahankan dan meningkatkan daya beli masyarakat serta mendorong kinerja dunia usaha," ujar Sri Mulyani, kemarin (23/2).
Alokasi tersebut terbagi ke dalam lima sektor, antara lain sektor kesehatan sebanyak Rp176,30 triliun, perlindungan sosial sebanyak Rp157,41 triliun, program prioritas sebanyak Rp125,06 triliun, dukungan UMKM dan korporasi sebanyak Rp186,81 triliun, dan pemberian insentif usaha sebesar Rp53,86 triliun.
“Pemulihan ekonomi dengan berbagai respon kebijakan pemerintah yang luar biasa tahun 2020 akan terus di akselerasi, dengan menggunakan berbagai instrumen yang ada," tuturnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan, pada Januari 2021 ini anggaran PEN sudah mulai bekerja untuk pemulihan ekonomi. Adapun, serapan belanja negara per Januari 2021 lebih tinggi dari tahun 2020, menunjukkan awal yang baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Sampai dengan akhir Januari 2021, realisasi belanja negara tercapai sebesar Rp145,8 triliun, atau 5,3 persen target APBN 2021 terutama didorong belanja modal, bansos, dan PEN," ungkapnya.
“Yang paling penting di dalam APBN Bulan Januari adalah sisi belanja APBN karena APBN instrumen fiskal yang melakukan akselerasi pemulihan, dan terlihat di dalam belanjanya, semuanya positive growth dibandingkan Januari tahun lalu,” tambah Menkeu.
Sementara itu, realiasi Transfer Ke Daerah dan Dana desa (TKDD) sampai akhir Januari 2021 terbilang masih rendah, karena baru mencapai Rp51,1 triliun, atau 6,4 persen target APBN 2021.
Terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira justru pesimistis bahwa ekonomi Indonesia bakal pulih lebih cepat. Hal itu didasari pada fakta bahwa kasus Covid-19 masih terus meningkat.
"Ada vaksin tetapi kasus harian tinggi, akhirnya banyak yang khawatir tertular virus ketika belanja, jalan-jalan atau makan di luar rumah. Kinerja konsumsi rumah tangga bisa kontraksi cukup dalam di kuartal I/2021. Awalnya ada optimisme tapi sepertinya pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat dari ekspektasi," ujar Bhima kepada Fajar Indonesia Network (FIN).
Sebagaimana diketahui, hingga kemarin (23/2), penambahan kasus positif Corona masih cukup tinggi. Dilaporkan penambahannya mencapai 9.775 pasien. Dengan penambahan tersebut, total kasus positif covid-19 secara kumulatif mencapai 1.298.608 kasus.
Bhima mengungkapkan, dengan jumlah kasus harian yang masih tinggi dan adanya pemberlakuan pembatasan sosial, maka ada kecenderungan saat ini pemilik rekening di bawah Rp100 juta melakukan penghematan.
"Sebelumnya kelas atas yang tahan uang di bank terlihat dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Saat ini ada kecenderungannya justru pemilik rekening di bawah Rp100 juta juga ikut berhemat. Bahkan masyarakat kelas bawah yang sudah diberi insentif tunai dari pemerintah juga tidak langsung membelanjakan uangnya," pungkasnya. (git/din/zul)