Ditarget 20 Juta Wisatawan saat Pandemi, Tantangan Terberat Sandiaga Uno

Minggu 17-01-2021,10:00 WIB

Kerja Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif (Menparekraf) yang baru, Sandiaga Salahudin Uno dinilai sangat berat di masa pandemi. Target 20 juta wisatawan mancanegara yang gagal dicapai pada periode kerja sebelumnya, menjadi rapor merah Kemenparekraf.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Abdul Fikri Faqih mengingatkan sejumlah problem utama dihadapi kementerian baru yang dipimpin bang Sandi, panggilan akrab Sandiaga.

“Sejumlah masalah masih belum terpecahkan dari menteri sebelumnya, perlu ekstra kerja keras,” ujar Fikri dalam keterangan resminya, Sabtu (16/1). Fikri mengatakan, bagaimana mencapainya, bila ternyata proposal anggarannya Rp9 triliun, tapi diam saja dengan realisasi yang hanya Rp3 triliun.

Selain itu, Fikri menilai Kemenparekraf sulit untuk mencapai realisasi target programnya, misal untuk melengkapi syarat 3A (amenitas, aksesibilitas, dan atraksi) di destinasi wisata, karena sebagian anggarannya berada di kementerian dan instansi lain.

“Untuk mencapai aksesibilitas sebagai bagian dari 3A di destinasi wisata, anggarannya ada di PUPR atau pemerintah daerah,” ujar politisi PKS ini.

Sehingga, anggaran Kemenparekraf 2021 yang mencapai Rp4,9 triliun dianggap kurang memadai untuk infrastruktur sebagai syarat aksesibilitas. “Menparekraf harus memastikan anggaran tersebut terkonsentrasi di destinasi wisata melalui data adresat dan lokus yang akurat dan lengkap,” tegasnya.

Problem tata kelola juga ditemukan pada 5 daerah wisata yang ditetapkan sebagai destinasi super prioritas.

“Misal saat kunjungan kerja ke Borobudur, tidak jelas siapa penanggung jawabnya. karena ada 3 pengelola: badan otorita di bawah Kemenparekraf, PT TWC di bawah KemenBUMN, dan badan pengelola (unsur pusat, daerah, dan komunitas). Tapi yang terakhir ini sangat ditunggu, belum dibentuk sampai sekarang,” jelas Fikri.

Kemenparekraf juga dinilai masih lebih berorientasi ke pariwisata, padahal menjadi sektor yang paling terpuruk selama pandemi dan seterusnya.

“Pandemi memaksa seluruh destinasi ditutup, dibuka sebentar, ditutup lagi entah sampai kapan, kalau mau serius, ya ditonjolkan ekrafnya, bukan pariwisata,” kata Fikri.

Sedangkan sektor ekonomi kreatif dinilai lebih berpeluang mengangkat ekonomi nasional. Misalnya saja soal regulasi turunan yang belum juga selesai, yakni Peraturan Pemerintah yang mengatur skema pembiayan dan sistem pemasaran yang berbasis kepada kekayaan intelektual, sebagai amanat UU 24/2019 tentang ekonomi kreatif.

“Banyak pelaku ekraf tidak punya aset, padahal kekayaan intelektualnya bisa dijadikan kolateral (agunan) sesuai aturan tersebut. Kami sudah koordinasi dengan OJK, tinggal menunggu payung hukumnya,” ungkap Fikri.

Mantan ketua panja penguatan ekonomi kreatif ini juga menyatakan sudah menyerahkan dokumen rekomendasi panja komisi X DPR kepada pemerintah pusat, daerah, & kementerian lainnya.

Misalnya, soal kelembagaan di daerah, ekraf tidak punya kaki atau dinas di daerah.

“Hanya dititipkan di UMKM, dinas perindustrian, atau perdagangan, mempersulit koordinasi,” terangnya.

Tags :
Kategori :

Terkait