"Bagaimana?" tanyanya di WA.
"Gak usah dicari. Pulang saja. Hilang juga tidak apa-apa. Sekalian mengurangi pakaian yang terlalu banyak menumpuk di rumah," jawab saya.
Itulah sebabnya saya cuci sendiri celana dalam. Agar tidak perlu dikirim yang bersih dari rumah. Dan lagi seisi rumah kan lagi karantina.
Tapi kamar saya jadi boros air.
Bagaimana kalau dimarahi manajemen RS?
Saya sih berharap manajemen tidak membaca Disway. Jadi tidak tahu.
Tapi itu mustahil.
CEO rumah sakit ini juga pembaca Disway: dr Hartono Tanto. Yang berhasil membawa rumah sakit ini maju. Yang terkenal "datang paling pagi, pulang paling malam".
Sebagai CEO yang rajin, jangan-jangan ia juga mengontrol pemakaian air tiap kamar. Jangan-jangan dari pusat meteran, pemakaian air bisa dimonitor: kamar berapa yang paling boros.
Jangan-jangan pegawai bagian meteran air juga membaca Disway. Ampuuuuun.
Yang jelas banyak staf di RS ini yang membaca Disway. Termasuk seorang apoteker di bagian farmasinya. Itu saya ketahui dari copy Facebook-nya. Yang sampai membuat saya berlinang air mata. Rupanya ia tahu saya terkena Covid. Ia tahu saya lagi dirawat di RS ini. Rupanya ia yang meracik obat untuk saya. Saya bersyukur copy Facebook itu dikirim ke saya. Oleh orang lain yang kebetulan membacanya.
Bunyinya:
"Setiap kali saya meracik obat yang akan dikirim ke kamar beliau, selalu saya sertakan doa di obat itu."
Saya berlinang membacanya. Saya baca lagi. Baca lagi. Orang baik ternyata ada di mana-mana.
"Apakah saya pernah bertemu apoteker itu?" tanya saya ke teman yang kirim copy Facebook itu.
"Ia bilang belum pernah," jawabnya.