Oleh: Imam Asmarudin SH MH
Persoalan penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia sampai dengan hari ini masih menjadi fokus utama pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Kebijakan yang ditempuh hampir semua diarahkan memerangi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), mulai dari pemulihan perekonomian dengan berbagai macam kebijakan diterapkan untuk menstabilkan perekonomian masyarakatnya, termasuk memulihkan kesehatan masyarakat pasca new normal dengan kebijakan penerapan protokol kesehatan (prokes).
Terbitnya berbagai produk aturan mulai dari Pemerintah Pusat sampai sampai Pemerintah Daerah demi memerangi pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) agar kehidupan normal yang di harapkan oleh semua publik dapat segera terwujud.
Saat ini Pemerintah sedang mengupayakan vaksin untuk pencegahan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diperkirakan sampai dengan tahun 2022 bisa mencapai 160 juta vaksin akan didatangkan dari China. Yakni vaksin Sinovac dan Sinopharm.
Bahkan Presiden untuk pengadaan vaksin tersebut telah mengeluarkan kebijakan Peraturan Presiden Nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin Dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Vaksin merupakan zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. pemberian vaksin tersebut dapat memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit yang berbahaya.
Sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap jaminan keberlangsungan kesehatan dan kehidupan warga negaranya, kebijakan pemerintah yang mengimpor vaksin dengan cepat dalam mengupayakan pencegahan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) patut diapresiasi.
Namun impor vaksin tersebut ternyata tidak serta merta peredarannya dapat diterapkan di Indonesia. Berbagai tahapan dan regulasi yang ada di Indonesia mengharuskan adanya tahapan yang harus dilalui, sebelum vaksin tersebut diberikan kepada masyarakat.
Publik saat ini dihadapkan dengan keraguan dan pertanyaan-pertanyaan tentang vaksin yang diimpor tersebut, mulai dari bagaimana tingkat keakuratan, keamanan, maupun keefektifannya melawan virus? Bahan apa yang dipergunakan, sampai dengan tingkat ke-halalan dari vaksin tersebut bagaimana?
Saat ini pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul di publik. Kekhawatiran publik sangat beralasan, karena menyangkut keselamatan dirinya. Informasi yang kurang jelas dan sosialisasi yang kurang akan berdampak pada kebingungan publik terkait dengan peredaran produk tersebut.
Apalagi setiap peredaran produk yang ada di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang mengaturnnya. Di sinilah Pemerintah pusat perlu meminimalisir kekhawatiran-kekhawatiran publik tersebut, dengan menjamin dan memastikan bahwa produk tersebut telah melalui berbagai tahapan.
Produk baik barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat harus mendapatkan jaminan produk halal.
Keharusan tersebut telah diamanatkan dalam Pasal 4 undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal,yang menentukan bahwa Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Selain itu, secara teknis diatur pula dalam peraturan pelaksana yakni Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 menentukan bahwa “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”.