Oleh: Kus Rizkianto SH MH*)
Angka kecelakaan di ruas tol Jawa Tengah mencapai 322 kejadian sepanjang Januari hingga September 2019. Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas ada tiga, yaitu faktor manusia, kendaraan, dan kondisi geometri dan lingkungan jalan.
Faktor manusia atau yang lebih akrab disebut sebagai human error merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan tol. Adapun kondisi tersebut seperti pengemudi dalam keadaan lelah, mengantuk, pengemudi lepas kendali/tidak mampu mengontrol laju kendaraanya atau bahkan dalam pengaruh minuman keras atau narkotika.
Faktor kedua adalah tidak laiknya kendaraan yang digunakan. Berdasarkan pengamatan penulis dilapangan, masih banyak ditemukan kendaraan yang berusia diatas 15–20 tahun masih beroperasi di jalan raya maupun jalan bebas hambatan.
Hal ini tentu saja berpengaruh pada performa kendaraan tersebut dan dapat menghambat laju kendaraan lainnya. Faktor terakhir penyebab kecelakaan lalu lintas adalah Kondisi jalan yang bergelombang, retak hingga berlubang.
Selain itu, kondisi penerangan jalan yang kurang baik menambah tingginya kemungkinan terjadinya kecelakaan karena jarak pandang pengguna jalan raya terbatas.
Atas hal tersebut, sejak Desember 2019 lalu, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan aturan tambahan bagi kendaraan bertonase berat seperti truk dan jenis kendaraan pengangkut barang lainnya yang berkonfigurasi sumbu 1,2 atau berat 7.500 kg wajib memasang stiker reflektor atau alat pemantul cahaya (APC) pada bagian badan kendaraan, utamanya di bagian belakang.
Ketentuan ini dimuat dalam Peraturan Direktorat Jendral Perhubungan Darat Nomor KP.3996/A.J 502/DRDJ/2019 Tentang Alat Pemantul Cahaya Kendaraan Bermotor, Kereta Gandeng, dan Kereta Tempelan.
Penerbitan aturan wajib memasang sticker reflector bagi kendaraan pengangkut barang dan bertonase bukanlah tanpa tujuan. Sebenarnya keberadaan stiker tersebut pada badan kendaraan ternyata memang sangat membantu pengendara lain untuk mengetahui keberadaan truk atau mobil pengangkut barang yang berada di depannya dalam keadaan jalan minim penerangan.
Di jalan tol misalnya, harus diakui bahwa kondisi jalan tol, utamanya di ruas Tol Tegal–Semarang lampu penerangan jalan saat ini hanya tersedia pada area pintu masuk dan keluar tol. Sedangkan pada ruas-ruas jalan tol yang menghubungkan antarkota tidak memiliki lampu penerangan jalan.
Sehingga apabila pengemudi melaju dalam kecepatan tinggi dan tidak mengamati dengan teliti di lajur kiri jalan, akan sangat mungkin terjadi tabrak belakang akibat minimnya cahaya. Bahkan banyak juga ditemukan masih banyaknya kendaraan pengangkut barang termasuk truk-truk besar yang masih belum menggunakan stiker reflektor.
Ditambah lagi dengan lampu truk yang sudah mulai memudar pencahayaannya akibat usia kendaraan. Hal ini tentu sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kecelakaan terlebih dimusim penghujan dan perjalanan malam hari.
Peraturan mengenai kewajiban menggunakan sticker reflector pada badan kendaraan sebenarnya telah setahun disosialisasikan Kementerian Perhubungan. Namun sementara ini penerapannya masih sangat minim.
Ini dapat dibuktikan dengan masih banyak ditemui dijalanan kendaraan pengangkut barang dan bertonase yang masih belum menggunakan sticker reflector pada kendaraannya. Aturan wajib menggunakan sticker reflector pada badan kendaraan ini belum efektif diberlakukan.
Salah satunya disebabkan karena masih minimnya upaya sosialisasi dan rendahnya tingkat kepatuhan pemilik kendaraan pengangkut barang dan bertonase untuk segera mematuhi aturan tersebut dengan memasang stiker reflektor pada kendaraannya.