Itulah hebatnya Donald Trump. Yang mungkin dinilai ceroboh oleh BPK-nya di sana. Tapi begitulah cara kerja cepat. Di masa yang kritis.
Hari itu, begitu ada indikasi vaksin bisa ditemukan, pemerintah Trump menggelontorkan bermiliar-miliar dolar.
Ketika para peneliti masih bekerja di lab pabrik mulai dibangun. Pembelian sarana logistik dilakukan. Risikonya: kalau vaksin gagal ditemukan bermiliar dolar itu hilang.
Bahkan begitu ilmuwan berhasil menemukan vaksin itu bagian produksi langsung bekerja. Kalau misalnya ternyata izin tidak keluar, produksi itu akan dimusnahkan.
Begitulah, kerja model Trump itu kini dirasakan manfaatnya bagi banyak orang. Ia masih bisa melihatnya sebagai hasil jerih payahnya. Mungkin dengan hati mendongkol: kenapa tidak bisa selesai sebelum Pemilu.
Harusnya bisa. Hanya saja Pfizer mengalami penundaan jadwal kedatangan salah satu bahan baku. Hanya saja tidak dirinci bahan baku yang mana.
Tiongkok sendiri tiba-tiba seperti kehilangan angin. Padahal Tiongkoklah yang pertama-tama mengumumkan penemuan vaksin itu.
Rupanya Tiongkok pun menunggu momentum. Begitu Inggris mengeluarkan izin, Tiongkok bergerak. Kemarin Tiongkok mengumumkan sudah berhasil memproduksi 600 juta unit. Sebagian sudah tiba di Jakarta –dua atau tiga hari lalu.
Kapan Indonesia memulai? Tentu masih menunggu dua hal: kesiapan Biofarma untuk memasukkan vaksin itu ke botol-botol kecil dan keluarnya izin dari BPOM.
Saya pun sangat menunggu keterbukaan dari Biofarma dan BPOM. Sedang di manakah proses itu sekarang? Bagaimana gambaran jadwalnya?
Kelihatannya BPOM masih menunggu laporan hasil uji coba tahap 3 di Bandung. Yang mungkin baru bisa diserahkan tanggal 1 Januari 2021.
Berarti BPOM masih harus mengaji laporan itu. Setidaknya tiga minggu. Sampai 21 Januari 2021.
Yah...kelihatannya 1 Februari 2021 baru bisa dimulai.
Alhamdulillah. (*)