Pemerintah dan dunia usaha masih menghitung angka pasti stok gula nasional pada akhir 2020. Angka ini akan menjadi acuan untuk pemenuhan kebutuhan gula di 2021.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat mengatakan, setelah stok gula akhir tahun diketahui baru dihitung berapa jumlah produksi dalam negeri dan seberapa besar kebutuhan gula nasional.
“Dari situ akan ditentukan bagaimana pemenuhannya, apakah bisa mencukupi dari produksi dalam negeri atau harus impor. Selama ini untuk memenuhi kebutuhan nasional biasanya lewat impor," ujar Budi dalam keterangannya, kemarin (22/11).
AGI memperkirakan jumlah stok gula pada akhir tahun 2020 mencapai 1,4 juta ton. Sementara itu, Kementerian Pertanian memperkirakan 1,7 juta ton, sedangkan menurut perhitungan Kementerian Perdagangan stok akhir tahun mencapai 900 ribu ton.
Total produksi gula dalam negeri tahun 2020 diperkirakan mencapai 2,2 juta hingga 2,5 juta ton, dengan kebutuhan konsumsi mencapai 3 juta ton. "Tahun ini (2020) agak istimewa karena kelihatannya konsumsi gula menurun akibat adanya pandemi. Realisasinya hanya di kisaran 2,7 juta ton," ujarnya.
Mengenai rencana pemerintah yang akan membuka keran impor gula oleh pelaku industri makanan dan minuman harus diperhitungkan. Sebab, kata dia, akan berdampak pada pabrik pengolahan gula di Tanah Air dan juga petani tebu.
“Jika nanti kalangan industri bisa impor langsung, pabrik gula akan menggiling apa. Belum lagi hal itu akan memengaruhi harga tebu milik petani," ujarnya.
Apalagi harga gula impor pasti jauh lebih murah ketimbang produksi dalam negeri. Hal ini akan menekan harga gula produksi dalam negeri yang berujung tertekannya harga tebu petani.
“Harus dilihat pada kebijakan awal mengapa dulu dibuat industri pengolahan gula dalam negeri. Kalau semua bisa mengimpor maka diperkirakan akan kontraproduktif," katanya.
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengkhawatirkan impor gula akan mengancam keberadan gula hasil petani tebu lokal. "Dampaknya banyak. Kemungkinan terjadi kebocoran di pasar konsumsi akan lebih sulit ditangani," kata dia.
Ia menambahkan dibukanya keran impor gula dikhawatirkan akan membuat gula impor tersebut sulit untuk dikendalikan. Alih-alih untuk kebutuhan industri, petani khawatir gula impor tersebut akan merembes ke pasaran dan menjadi gula konsumsi.
"Dengan 11 Pabrik GKR saja kebocoran tidak bisa tuntas ditangani, lantas berapa jumlah industri makanan minuman yang akan mendapatkan izin impor langsung? Pasti jumlahnya akan lebih banyak. Apakah akan lebih efektif pengawasannya?," lanjutnya.
Dengan kebijakan ini, kata dia, gula hasil tebu petani lokal akan semakin sulit bersaing di pasaran. Soemitro berharap agar pemerintah mau membuka komunikasi dengan pelaku usaha yang juga terdampak.
"Ujung korbannya tentu produsen gula yaitu petani tebu," pungkasnya. (din/zul/fin)