"Baleg DPR masih tahap mendengar penjelasan pengusul," ujarnya.
Setelah itu, Baleg DPR akan mengkaji lagi usulan tersebut. Sebelum menyerahkan ke pimpinan DPR untuk memutuskan, apakah RUU Larangan Minuman Beralkohol akan dibahas lebih lanjut atau tidak.
"Jadi untuk periode yang sekarang, itu masih dalam tahap pemberian penjelasan dari pengusul ke Baleg. Sehingga dinamika yang berkembang di masyarakat, saya pikir tidak perlu berlebihan. Justru, ini adalah suatu dinamika dalam pembahasan RUU di DPR. Di mana penolakan-penolakan maupun masukan-masukan akan menjadi perhatian dari Baleg untuk lebih mencermati pembahasan dari usulan dari pengusul tersebut," katanya.
Sementara Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman mengatakan RUU Minuman Beralkohol masih bersifat terbuka dengan berbagai masukan. Karenanya aturan soal minol sebaiknya dibuat berdasarkan karakteristik tiap daerah.
"RUU ini masih belum dibahas dan masih terbuka untuk didiskusikan apa isinya," katanya.
Anggota Komisi II DPR menilai aturan minuman beralkohol ada baiknya diatur di tingkat undang-undang (UU). Dengan UU, diharapkan aturan akan lebih mengikat.
"Saya punya opsi pengaturan minol berdasarkan area. Mungkin untuk provinsi atau kota tertentu bisa diizinkan dengan pengawasan yang ketat. Itu dia yang saya maksud bisa dibuat pengaturan berdasarkan karakteristik daerah," ucapnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai aturan minuman beralkohol dalam bentuk UU masih belum perlu.
"Jika belajar dari pengalaman yang kita lihat di berbagai negara, kalau minuman beralkohol ini terlalu ketat aturannya sehingga sangat sulit terjangkau justru berpotensi menimbulkan munculnya pihak yang nakal melakukan pengoplosan alkohol ilegal atau bahkan meracik sendiri," katanya.
Dia menilai yang penting adalah penegakan aturan minuman beralkohol yang sudah ada selama ini.
"Sekarang kita lihat, aturan soal larangan konsumsi alkohol di bawah 21 tahun saja belum benar-bener ditegakkan. Begitu juga larangan menyetir ketika mabuk," ujarnya.
Karenanya, jangan sampai pengetatan aturan terkait konsumsi alkohol justru mendatangkan masalah lain, seperti menjamur-nya minuman keras ilegal.
"Jangan sampai aturannya diperketat malah jadi makin banyak yang bandel, misalnya, malah 'ngoplos' alkohol sendiri yang bisa berdampak kematian. Ini malah lebih bahaya," ucap dia.
Adanya RUU Larangan Minuman Beralkohol ditanggapi serius produsen, importir dan distributor minuman beralkohol. Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno mengatakan, pihaknya merasa semakin dipersulit dan diperberat untuk berusaha di Indonesia.
"Kalau kami pelajari selama 15 tahun terakhir kalau terkait minuman beralkohol itu paling tidak ada 36 peraturan yang mengatur, mengawasi, membatasi kegiatan minuman beralkohol. Dari produksinya dibatasi ada kuotanya, harus memiliki izin, baik pusat maupun daerah. Kemudian harus melapor setiap peredaran per botolnya," ucapnya.
Tak hanya itu, konsumennya juga dibatasi hanya yang berusia di atas 21 tahun. Lokasi penjualan juga dibatasi. Selain itu produk minuman beralkohol juga dilarang untuk beriklan di media manapun.