Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menyesalkan pengakuan pemerintah atas adanya kesalahan pada UU Cipta Kerja. Padahal, produk hukum tersebut sudah heboh dan ramai ditolak sejak awal pembahasan.
Namun, kesalahan teknis itu pun tidak dapat dihindarkan pada UU Cipta Kerja sampai diteken Presiden Jokowi.
"Setelah lama hadirkan kehebohan dan jadi kritikan, serta demonstrasi-demonstrasi damai. Tapi kenapa ujungnya justru Istana akui ada kekeliruan teknis penulisan UU Cipta Kerja yang diteken Jokowi?" kata Hidayat di akun Twitter pribadinya.
"Tidakkah ini bentuk kesalahan formal dan terkait aspek legal juga?" demikian politisi PKS ini seperti dikutip dari RMOL.
Pemerintah mengakui ada kesalahan teknis dalam UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan diunggah dalam laman Setneg.
Pengakuan disampaikan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. Dirinya menjelaskan bahwa setelah menerima berkas RUU Cipta Kerja dari DPR, Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan review dan menemukan sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis.
“Kemensetneg juga telah menyampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk disepakati perbaikannya,” tegasnya kepada wartawan, Selasa (3/11).
Namun, pihaknya tidak menyangkal jika masih ada kekeliruan teknis penulisan dalam UU Ciptaker. Hanya saja, Pratikno memastikan bahwa kekeliruan itu tidak akan berpengaruh terhadap implementasi UU Ciptaker.
“Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja,” terangnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah resmi menandatangani omnibus law UU Cipta Kerja yang disahkan DPR pada 5 Oktober lalu. Usai diteken Jokowi, UU dengan 11/2020 tersebut bisa diakses dan diunduh publik lewat situs Setneg.go.id.
Namun demikian, UU yang diunggah Kementerian Sekretariat Negara pada Senin (2/11) itu masih terdapat kejanggalan.
Kejanggalan terlihat pada pasal 6 yang berada di halaman 6. Bunyinya, “peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:”.
Kesalahan terletak pada penyebutan “pasal 5 ayat 1 huruf a”. Sebab, pasal 5 tidak memiliki turunan ayat dan huruf. Pasal 5 hanya berbunyi, “ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait”. (rmol.id/ima)