Perlakuan polisi kepada para tokoh, aktivis, dan mahasiswa yang ditangkap, terkait penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) sangat disayangkan. Seperti yang diungkapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon, Jumat (16/10).
Melalui akun media sosial (medsos)-nya, Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra itu mengungkit kebijakan pemerintah awal april lalu. Yaitu membebaskan ribuan penjahat dari penjara dengan alasan pandemi Covid-19.
Ironisnya, saat ini Pemerintah malah menangkapi para tokoh, buruh, dan mahasiswa untuk dimasukkan ke penjara.
“Awal April 2020, Kemenkumham lepaskan 30.000-an napi dari penjara dengan alasan Covid-19. Kini menangkapi tokoh-tokoh dan ribuan demonstran buruh, mahasiswa dan pelajar,” kata Fadli Zon melalui akun Twitternya, Jumat (16/10).
Fadli menganggap para tokoh yang ditangkap, seperti Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat merupakan tahanan politik. Mereka bakal mengisi penjara yang kosong setelah ribuan penjahat dibebaskan dengan alasan Covid-19.
Rezim ini dianggap lebih kejam dari Belanda dalam memperlakukan tahanan politik. Mereka diperlakukan seperti penjahat kriminal. “Dulu kolonialis Belanda jauh lebih sopan dan manusiawi memperlakukan tahanan politik,” kata Fadli Zon.
Fadli menyebutkan satu persatu tahanan politik yang pernah dipenjara pada masa penjajahan Belanda di tanah air.
“Lihat Bung Karno di Ende, Bengkulu n Bangka. Bung Hatta n Syahrir memang lebih berat di Digul. Di Bandanaitra lebih longgar. Merka masih diperlakukan manusiawi bahkan diberi gaji bulanan,” tandas Fadli Zon. (pojoksatu/zul)