Undang-undang Cipta Kerja dinilai akan menindas petani dan kaum buruh. Sebaliknya, posisi tawar investor dalam UU tersebut semakin menguat.
Hal ini seperti disampaikan
ekonom senior Dr Rizal Ramli (RR) dalam webiner Ekonomi Indonesia dalam Masa Pandemi dan UU Cipta Kerja dari Perspektif Lingkungan yang diselanggarakan oleh Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Rabu (14/10).
Dikutip dari RMOL, RR membandingkan dengan eranya saat duduk dalam pemerintahan Gus Dur. Padahal, kabinet waktu itu tidak menggagas UU Cipta Kerja.
"Waktu saya jadi menko, saya masuk pertumbuhan ekonomi minus 3 persen. Dalam 21 bulan, kita genjot jadi naik 7,5 persen (-3 persen menjadi 4,5 persen)," kata dia, sambil menambahkan peningkatan itu tanpa 'Omni Cilaka'.
Menurutnya, peningkatan kesejahteraan rakyat yang dijanjikan tidak tercermin dalam omnibus law UU Cipta Kerja. Yang ada memberikan karpet merah kepada oligarki.
RR punya kiat sendiri, yakni dengan cara memompa daya beli masyarakat. Yaitu gaji pegawai negeri, TNI-Polri dan pensiunan naik 125 persen.
Alhasil, begitu gajinya dinaikkan, maka mereka akan membelanjakannya sebesar 90 persen. Akibatnya sektor retail, konsumsi hidup lagi, dan itu artinya ekonomi hidup lagi.
"Dalam suasana seperti sekarang ini yang penting kita pompa daya beli rakyat yang di bawah. Bukan di atas. Yang di atas mah bisa sendiri," ujar RR.
Saat itu, dalam rangka menaikkan pertumbuhan ekonomi dan mensejahterakan rakyat, RR juga menghapus kredit macet usaha tani, dan pengusaha kecil. Lalu membenahi sektor real estate.
Kembali kepada omnibus law UU Cipta Kerja. Hingga saat ini RR masih bertanya-tanya berapa lapangan kerja yang bisa diciptakan lewat UU Cipta Kerja. Karena, pemerintah tidak pernah membukanya. Padahal, pemerintah yakin lewat UU tersebut akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut RR, UU Cipta Kerja tidak akan bisa membuka lapangan kerja yang banyak. Pasalnya, UU ini hanya berpihak pada investor saja. Sebaliknya merugikan dan menindas kaum buruh.
"Birokrasi kita memang ruwet, bikin masalah, dan bikin ribet dan susah pengusaha. Tapi solusinya bukan 'Omni Cilaka' ini, tapi tindak dan ciptakan birokrasi yang benar. Dan menurut saya itu yang paling penting, karena itu yang membuat investor senang," tutupnya. (rmol/ima)