Politisi PDI Perjuangan Kapitra Ampera punya penilaian sendiri soal unjuk rasa yang digelar pada Selasa (13/10) atau disebut aksi 1310.
Diketahui, aksi 1310 dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan Alumni (PA) 212, GNPF Ulama dan beberapa elemen lain yang tergabung dalam ANAK NKRI.
Menurutnya, aksi tersebut sudah jelas tidak murni menolak UU Cipta Kerja yang telah disetujui DPR bersama pemerintah.
Dia menyebut, demo tersebut justru bertujuan ingin menggulingkan Presiden Joko Widodo.
Dikutip dari RMOL, Kapitra mengatakan hal itu karena melihat isu yang dibawa dalam aksi kali ini tidak satu. Ada sejumlah tuntutan lain yang menurutnya disuarakan pengunjuk rasa.
“Saya melihat demo ini demo yang tidak fokus, demo yang tidak kontekstual, melebar kemana-mana dan nampak sekali demo ini tidak berkaitan dengan UU. Demo ini sebagai pintu masuk aja bagaimana ingin menjatuhkan Pak Jokowi sebagai presiden,” kata Kapitra dalam keterangannya, Rabu (14/10).
Bagi Kapitra, massa yang merupakan gabungan dari beberapa ormas Islam itu sengaja membentuk framing kebencian kepada Presiden Joko Widodo.
Pasalnya, massa aksi masih menuntut UU Haluan Ideologi Pancasila dalam aksi mereka, padahal UU tersebut telah ditunda pembahasannya.
“Nggak ada fokusnya mereka, gak bisa bedakan mana UU Omnibus Law, mana UU Cipta Kerja, terus merambah lagi ke UU HIP. Segala pandangan dan argumentasi disampaikan demi membuat framing pemerintah telah salah dalam mengambil kebijakan,” ujarnya.
Menurut dia, demonstrasi bukanlah pilihan yang bijak dalam mengemukakan aspirasi karena berpotensi dilakukan secara anarkis, menimbulkan korban dan merusak berbagai fasilitas umum, namun tidak akan tertuju terhadap tercapainya keinginan peserta aksi.
“Jika benar dugaan adanya agenda tersembunyi aksi untuk menjatuhkan pemerintah dengan cara-cara yang tidak konstitusional, maka hal tersebut merupakan tindakan makar sebagaimana yang diatur di dalam ketentuan 107 KUHP,” jelasnya.
Masih kata Kapitra, seruan-seruan ketidakpercayaan dan ajakan menjatuhkan pemerintah yang dilakukan mereka selama ini sudah masuk dalam makar politik, bukan lagi sekedar kritikan terhadap pemerintah.
“Intinya mereka ingin ganti presiden, bukan lagi koreksi konstruksi terhadap kinerja presiden atau pemerintah tapi sudah masuk kepada makar politik,” tutupnya. (rmol.id/ima)