“Seharusnya setiap fraksi yang merupakan elemen penting di dalam DPR diberikan akses seluas-luasnya dalam pembahasan suatu RUU, termasuk menerima draft utuh RUU yang akan dibahas atau akan diputuskan, sebelum diminta menyiapkan dan menyampaikan pendapat mini maupun pendapat akhir. Dan itu yg sudah menjadi konvensi di DPR,” tuturnya.
HNW menambahkan kebiasaan ketatanegaran atau konvensi dalam penyusunan rancangan undang-undang adalah setiap fraksi dikirimi draft naskah RUU secara utuh yang sudah disepakati dan selesai dibahas.
Sehingga, pendapat mini apalagi pendapat akhir yang akan disampaikan pada pembicaraan akhir tingkat pertama (sebelum dibawa ke rapat paripurna-red) maupun pada tingkat akhirnya dalam rapat Paripurna DPR, dapat dilakukan secara benar, maksimal dan komprehensif.
“Selain hukum yang tertulis, kebiasaan atau konvensi ketatanegaraan ini juga seharusnya bisa menjadi pedoman dalam pembahasan/pengambilan keputusan terhadap Omnibuslaw RUU Ciptaker. Apalagi, RUU ini memiliki dampak kepada lebih dari 78 undang-undang yang berlaku saat ini,” tandasnya. (khf/zul/fin)