Sederhakan UU Lain, Fahri Hamzah: UU Omnibus Law Cipta Kerja Akan Dibatalkan MK

Kamis 08-10-2020,10:52 WIB

UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (5/10) lalu, berpotensi dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Penilaian ini diungkapkan Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Rabu (7/10) malam. 

MK, menurut Fahri Hamzah, berpeluang membatalkan UU Cipta Kerja bila ada yang melakukan judicial review (JR). "Sangat mungkin MK membatalkan keseluruhannya," kata Fahri dalam keterangannya.

Bukan tanpa alasan Fahri berpendapat demikian. Sebab, jauh hari sebelumnya ia pernah menyampaikan sebuah analisis terkait munculnya wacana Omnibus Law UU Ciptaker ini, saat Program Legislasi Nasional (Prolegnas) disahkan pada  Januari 2020. 

Wakil ketua umum Partai Gelora Indonesia ini mengatakan basis analisisnya kala itu dengan membaca motif dan filosofi di balik UU, setelah melihat akumulasi lima tahun pemerintahan Presiden Jokowi yang bermazhab pembangunan ekonomi.

"Mazhab inilah yang ditayangkan dalam satu perundang-undangan," jelas Fahri. 

Ia menjelaskan, sebetulnya ada dua mazhab ekonomi yang berkembang. Yakni mazhab ekonomi Eropa yang memakai demokrasi. Kemudian, mazhab ekonomi Tiongkok yang cenderung memakai penyederhanaan terhadap perundang-undangan yang terkait dengan investasi dan ekonomi.

Nah, Fahri Hamzah melihat bahwa konversi sistemik dalam Omnibus Law UU Ciptaker itu sangat mungkin menciptakan masalah-masalah terkait konstitusional. Menurutnya, tidak bisa 79 UU disederhanakan dalam satu UU.

Sebab, ujar dia, Indonesia tidak saja memiliki 79 UU. Melainkan memiliki ratusan dan bahkan ribuan UU yang harus dirujuk. Termasuk di dalamnya adalah peraturan daerah, menteri, pemerintah, keputusan presiden, dan sebagainya.

"Ini akan sangat complicated kalau kita mengubahnya di atas itu," tegasnya. 

Menurut Fahri, kala itu ia mempertanyakan kenapa perubahan tidak dilakukan pada tataran peraturan yang lebih teknis yang tidak memerlukan keterlibatan dewan karena lebih rumit.

Dia juga mengusulkan agar pemerintah melakukan aturan di tingkat peraturan pemerintah alias PP, karena UU Cipta Kerja ini juga nanti harus dibuatkan peraturan-peraturan di bawahnya.

Seperti peraturan pemerintah, disusul peraturan presiden, atau keputusan presiden dan peraturan-peraturan di bawahnya lagi. "Jadi, sekali lagi, ini (omnibus law) pekerjaan yang rumit, yang kemungkinan mendatangkan banyak masalah," ungkap politikus dari Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Lebih lanjut Fahri Hamzah menjelaskan perampasan kewenangan-kewenangan atau hak-hak di dalam UU lain telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, tetapi kini dimasukkan kembali dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Karena itu, Fahri meyakini perampasan hak terkait pekerja, lingkungan hidup, kewenangan-kewenangan pejabat daerah dalam Omnibus Law UU Ciptaker itu tentu akan ditinjau oleh MK sebagai masalah yang sama, jika ada yang mengajukan judicial review.

"Sekali lagi, inilah bahayanya dari penyederhanaan undang-undang sehingga sangat mungkin MK tidak saja membatalkan pasal per pasal, karena rumit. Sangat mungkin MK justru membatalkan keseluruhannya, lalu menyuruh kita merujuk kepada UU yang lama," paparnya. 

Tags :
Kategori :

Terkait