Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengajak publik untuk mengawal dan menyuarakan aspirasi terkait rencana pengesahan RUU Cipta Kerja. Sebab, proses pembahasan RUU tersebut dinilai telah dilakukan secara diam-diam.
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menyatakan, pemerintah dan DPR telah mengkhianati konstitusi dan prinsip demokrasi saat menyepakati pembahasan tingkat I RUU Cipta Kerja. Bahkan, menurutnya, hal itu merupakan suatu bentuk kejahatan.
"Bukan hanya kejahatan, tetapi ini adalah bentuk pengkhianatan pemerintah dan DPR terhadap prinsip demokrasi, konstitusi, dan juga negara hukum yang mestinya ditegakan oleh mereka yang berkuasa hari ini," ujar Arif dalam telekonferensi, Minggu (4/10).
Pasalnya, menurut Arif, pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan secara tertutup dan senyap. Bahkan minim meminta pandangan dari kelompok masyarakat. Ia memandang, pemerintah hanya melibatkan kelompok pengusaha tanpa mempertimbangkan partisipasi publik yang terdampak atas aturan tersebut.
Apalagi, kata dia, keterbukaan informasi merupakan prinsip demokrasi. Menurutnya, rakyat berhak mengetahui perkembangan pembahasan RUU Cipta Kerja. Dirinya pun menilai fungsi anggota DPR telah bergeser menjadi wakil pengusaha dan investor.
"Ini sangat memprihatinkan. Kita melihat yang duduk di Senayan sana bukan wakil rakyat, tetapi mereka adalah wakil pengusaha, pemodal. Itu jelas ditunjukkan dalam pembentuk omnibus law," tegas Arif.
Diketahui, tujuh dari sembilan fraksi di DPR telah menyepakati RUU Cipta Kerja pada tingkat I Badan Legislasi. Keputusan diambil dalam rapat yang turut dihadiri perwakilan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (3/8) malam. Proses pembahasan akan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan tingkat II melalui paripurna DPR, Kamis (8/9) mendatang.
Menanggapi hal itu, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dan sejumlah aliansi buruh di daerah menyatakan akan melakukan mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020. Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut pembatalan omnibus law seluruhnya serta penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja.
"Sidang Paripurna DPR RI tidak mengesahkan dan mengundangkan RUU Cipta Kerja. Rakyat tidak membutuhkan omnibus law," ujar Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos.
Sedikitnya terdapat enam poin yang menjadi penekanan terhadap pemerintah dan DPR dalam aksi mogok nasional tersebut. Antara lain menghentikan PHK dan perampasan hak-hak buruh di massa pandemi Covid-19, menghentikan perampasan dan penggusuran tanah rakyat serta jalankan Reforma Agraria Sejati, menghentikan kriminalisasi aktivis dan pembungkaman demokrasi.
Kemudian, mencabut Undang-Undang Minerba yang merugikan rakyat kecil; menuntut pengesahan RUU yang menjamin hak-hak dasar rakyat, rasa aman bagi tiap warga negara.
Utamanya kelompok rentan dan termarjinalkan, seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Adat dan RUU Pekerja Rumah Tangga; serta memaksimalkan sumber daya DPR RI dengan fokus menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran terkait penanganan pandemi COVID-19, dan penanganan dampak krisis ekonomi secara nasional dan sistematis.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya membeberkan sederet manfaat RUU Cipta Kerja. Termasuk bagi para pekerja dan UMKM.
Dijelaskannya, dalam RUU Cipta Kerja, pemerintah akan memprioritaskan pelaku UMKM terkait kemudahan perizinan dan bagi pekerja menyangkut kepastian pesangon.
"Pelaku UMKM diberikan kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui Online Single Submission (OSS)," ujarnya.