Bantuan kuota data internet pendidikan untuk mendukung proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19 diapresiasi oleh kalangan pendidik. Sayang, pada proses pelaksanannya, subsidi yang diberikan kerap tidak tepat sasaran lantaran permasalahan data penerima.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah mendapatkan infomasi tersebut. Dan berjanji segera akan menerapkan validasi di setiap satuan pendidikan.
Caranya memastikan status pelajar dan guru penerima bantuan terlebih dulu. Lalu dicatat nama-nama penerimanya dan diserahkan kepada operator seluler.
Perusahaan telekomunikasi kemudian memastikan apakah nomor ponsel yang didaftarkan aktif atau tidak. ”Jadi setiap siswa atau guru menerima satu dan sudah diverifikasi oleh operator seluler. Tidak ada yang ganda,” kata Nadiem, Jumat (2/10).
Beberapa syarat penerima subsidi kuota adalah terdaftar di aplikasi PD Dikti serta berstatus aktif dalam perkuliahan. Mahasiswa juga harus memiliki kartu rencana studi pada semester berjalan dan memiliki nomor ponsel aktif.
Adapun, bantuan bagi mahasiswa sebanyak 50 GB per bulan selama empat bulan tersebut terdiri dari 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar. Kuota umum merupakan kuota internet yang dapat digunakan untuk laman dan aplikasi apa saja.
Sedangkan, kuota belajar hanya dipakai untuk Google Classroom, Zenius, Rumah Belajar, Quipper, Cakap, Bahaso, AyoBlajar, Kippin School 4.0, Sekolahmu, Udemy, Duolingo, serta aplikasi online belajar dan portal e-learning kampus dan sekolah lainnya.
Kemendikbud menargetkan, bantuan kuota kepada mahasiswa dapat diberikan kepada 5,15 juta penerima bantuan. Hingga akhir September, bantuan kuota telah disalurkan pada 2,06 juta mahasiswa, dengan rincian 60.281 mahasiswa vokasi dan mahasiswa akademi sebanyak 2 juta orang.
Adapun, anggaran keseluruhan kuota data internet pada tahun ini mencapai Rp7,2 triliun. Anggaran tersebut mencakup subsidi kuota untuk peserta didik, pendidik, mahasiswa, dan dosen. Kekacauan data ini tak hanya terjadi pada program subsidi kuota data internet.
Program penyaluran bansos yang dilakukan pemerintah kerap salah sasaran kepada masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi cukup. Oleh sebab itu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyarankan pembagian bantuan seharusnya dilakukan berbasis data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
”Data tersebut tinggal mempertautkan profil penduduk di mana pun dia berada,” kata Nadiem.
Seorang lulusan Magister dari Universitas Indonesia yang enggan disebut namanya juga merasakan salah sasaran kuota ini. Wanita yang telah lulus sejak Februari 2020 ini masih mendapatkan bantuan subsidi kuota internet dari Kemendikbud.
Informasi tersebut diketahui setelah ia menerima pesan notifikasi dari Telkomsel pada Rabu (30/9). Ia mengatakan hal serupa juga terjadi pada sejumlah rekan-rekannya yang telah lulus dari Universitas Indonesia.
”Bantuan yang diterima 5 GB kuota umum, dan 45 GB untuk aplikasi belajar seperti Google Classroom, Rumah Belajar, dan lainnya. Tidak berguna,” ujar dia.
Kuota umum sebesar 5 GB juga disebutnya tidak bermanfaat lantaran ia sudah menerima fasilitas internet dari tempatnya bekerja. Dia juga tak mengetahui syarat mendapatkan bantuan. Selain itu, tidak ada informasi dari pihak universitas mengenai program ini.