Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) mengungkap bocoran data aliran dana mencurigakan bank-bank besar di dunia. Termasuk dugaan 19 bank yang beroperasi di Indonesia.
Dua di antaranya bank pelat merah. Nilainya sangat fantastis USD 504,65 juta atau sekitar Rp7,41 triliun. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan menggunakan informasi tersebut sebagai bahan analisa dan pemeriksaan lebih lanjut.
Jumlah dana tersebut terdiri dari uang masuk ke Indonesia senilai USD 218,49 juta. Juga ada dana yang ditransfer ke luar Indonesia sebanyak USD 286,16 juta.
Dikutip dari International Consorsium of Investigative Journalism (ICIJ), FinCEN File mencatat ada 496 transaksi mencurigakan yang diduga mengalir dari 19 bank tersebut. Seluruh transaksi tersebut diproses melalui 4 bank yang berbasis di Amerika Serikat.
Yaitu The Bank of New York Mellon sebanyak 312 transaksi. Kemudian, Deutsche Bank AG, 49 transaksi. Selanjutnya, Standard Chartered Plc 116 transaksi. Yang terakhir JP Morgan Chase & Co sebanyak 19 transaksi.
Akibat bocoran file tersebut, pasar keuangan dunia menjadi heboh. Diduga, sejumlah bank-bank besar itu disebut-sebut melakukan transaksi dengan penjahat dan teroris.
FinCEN sendiri diketahui berisi orang-orang dari Departemen Keuangan yang tugasnya memerangi kejahatan perbankan. Dokumen ini kali pertama bocor ke Buzzfeed News.
Selanjutnya dibagikan dengan grup yang berisi jurnalis investigasi di seluruh dunia. Selanjutnya disebarkan ke 108 organisasi berita di 88 negara.
Dokumen tersebut berisi 2.500 lembar halaman. Sebagian besar adalah file yang dikirim bank-bank ke otoritas Amerika Serikat antara tahun 2000 sampai 2017.
Bahkan ada bank swasta di Indonesia yang disebut-sebut menerima dana mencurigakan yang paling banyak. Yaitu USD 130 juta.
Menanggapi hal itu, Ketua Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), Sunarso membantah, adanya transaksi mencurigakan yang mengalir di bank yang beroperasi di Indonesia. Khususnya bank pelat merah.
Dia menegaskan Himbara senantiasa berkomitmen memenuhi kewajiban pelaporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kami memastikan bahwa seluruh transaksi perbankan mengikuti ketentuan. Baik Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan PPATK. Ini juga selaras dengan international best practices dari Financial Action Task Force on Money Laundering," kata Sunarso di Jakarta, Rabu (23/9) kemarin.
Dia menuturkan pelaporan transaksi nasabah bank telah diatur dalam Undang Undang 8 tahun 2010 tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (UU APU PPT). Dalam UU tersebut diatur penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan yang memenuhi kriteria tertentu. Termasuk transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transaction) kepada PPATK.
"Berdasarkan UU APU PPT itu juga ditetapkan direksi, komisaris, pengurus atau pegawai pihak pelapor dilarang memberitahukan kepada pengguna jasa atau pihak lain. Baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun, mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK," paparnya.