Pertimbangan keputusan tidak menunda pilkada 9 Desember 2020, salah satunya karena pemerintah tidak ingin pimpinan 270 daerah dijabat oleh pelaksana tugas (Plt) dalam waktu bersamaan. Momentum ini pun dijadikan sebagai ladang eksperimen melatih kedisiplinan pemilih, dalam mematuhi protokol kesehatan selain menjaga hak konstitusi bernegara.
”Sikap dan dorongan pemerintah memiliki tujuan yang baik. Hidup berdemokrasi tetapi mampu berdampingan dengan wabah. Artinya, publik diajari disiplin, taat aturan. Kalau narasinya mengorbankan jiwa, saya rasa itu tidak realistis,” terang Dewan Nasional Patriot 98, Maruly Hendra Utama, Selasa (22/9) kemarin.
Ditambahkannya, Indonesia harus berani mengatasi problem Covid-19. Ketakutan dan kekhawatiran yang terus mendera, harus dilawan. ”Ketakutan ini yang menjadi penyakit. Presiden Joko Widodo telah menyampaikan, bagaimana kita bisa hidup berdampingan dengan Covid-19. Caranya bagaimana, ya caranya patuh dan disiplin protokol kesehatan,” papar Maruly kepada Fajar Indonesia Network (FIN).
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan dalam situasi sekarang kebijakan-kebijakan strategis yang berimplikasi pada penggerakan birokrasi dan sumber daya lain seperti dana itu memerlukan pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang sifatnya strategis.
Karenanya, Mahfud mengatakan akan kurang menguntungkan bagi proses pemerintahan ketika 270 daerah itu dilakukan oleh Plt tanpa waktu yang jelas. Alasan lain bahwa pilkada tetap berlangsung karena menjamin hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih sesuai dengan agenda yang telah diatur di dalam undang-undang dan atau di dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, kata dia, jika Pilkada ditunda, misalnya sampai selesainya bencana Covid-19 maka itu tidak memberi kepastian karena tidak ada satupun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan Covid-19 akan berakhir.
”Di negara-negara yang serangan Covid-nya lebih besar seperti Amerika sekalipun, pemilu juga tidak ditunda. Di berbagai negara juga berlangsung, pemilu tidak ditunda,” katanya.
Alasan berikutnya, kata dia, sebenarnya pilkada yang akan digelar 9 Desember 2020 itu sudah ditunda dari semula dijadwalkan pada 23 September 2020. Artinya, penundaan pilkada sebenarnya sudah pernah dilakukan untuk menjawab suara-suara masyarakat yang menginginkan pilkada ditunda.
”Nah, yang diperlukan sekarang sebagai antisipasi masih masifnya penularan Covid-19 seperti dikhawatirkan baik oleh pemerintah maupun oleh kelompok atau masyarakat yang menginginkan agar ditunda. Penegakan disiplin protokol kesehatan dan penegakan hukum yang tegas,” terangnya.
Mahfud MD menjelaskan perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10/2020, antara lain akan mempertimbangkan pelarangan arak-arakan, kerumunan, rapat umum yang langsung yang melebihi jumlah tertentu. ”Untuk memastikan penegakan protokol kesehatan akan dilakukan perubahan PKPU Nomor 10 Tahun 2020,” terangnya.
Menurut dia, kemungkinan juga akan ada revisi PKPU Nomor 4/2017 disesuaikan dengan kondisi sekarang sehingga kampanye diharapkan lebih banyak dilakukan secara daring. Untuk kelompok-kelompok yang rentan, kata dia, pemerintah juga mempertimbangkan adanya tempat pemungutan suara (TPS) keliling, dan semacamnya.
”Polri didukung TNI, Satpol PP dan Pemda akan melakukan penegakan disiplin dan hukum sesuai dengan maklumat Kapolri, maklumat Kapolri Nomor 3 tahun 2020 yang baru dikeluarkan kemarin,” katanya.
Mahfud memastikan bahwa perubahan PKPU Nomor 10/2020 akan diselesaikan dalam waktu cepat. ”Diharapkan sebelum tanggal 26 (September) Karena pada saat itu sudah ada kampanye-kampanye pilkada,” kata Mahfud.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan tidak menginginkan terjadi kerumunan sosial, arak-arakan dan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 saat tahapan penetapan pasangan calon (Paslon) pada 23 September 2020.
Kerumunan massa dapat berpotensi menjadi media penularan Covid-19 dan itu membuat hal tidak baik untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. ”Jelas ini sesuatu yang tidak kita harapkan dan di dalam aturan-aturan yang berhubungan dengan pencegahan Covid-19 kegiatan seperti ini tentu tidak kita inginkan,” kata dia.