Koruptor benar-benar memiliki kemampuan dalam berkuasa di negeri ini. Bahkan lembaga penegak hukum pun menjadi pangkal pelindung koruptor yang secara jelas telah menghancurkan sendi bangsa.
Cermin ini yang diperagakan Mahkamah Agung (MA), ketika hadiah potongan bagi 20 koruptor. Ya, hadiah MA ini tentu saja menuai reaksi dari kalangan aktivis sampai lembaga anti korupsi di tanah air.
Muncul kesan MA melegalkan hadiah bagi mereka yang telah merusak citra bangsa.
”Apa pun alasannya, apa pun dasarnya sikap MA itu cermin, negara ini melindungi korupsi. Lalu bagaimana mereka yang dihukum lantaran mencuri karena anaknya lapar. Atau petani yang dituduh mencuri kayu lantaran ranting jatuh. Mengelus dada rasanya kita membandingkan mereka dengan koruptor yang mendapat hadiah,” terang Aktivis 98 Maruly Hendra Utama kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Senin (21/9).
Ditambahkan Maruly, MA begitu ceroboh dengan alibinya. MA telah berupaya melonggarkan koruptor mendapat hak spesial. ”Mau jadi negara apa kalau yang seperti ini terus digaungkan. Arah reformasi tidak begini jalannya, ini yang terus kita kecam selama ini,” jelas mantan Direktur Direktur Operasional Forum for Human Rights (Front).
Setelah aktivis 98, Indonesia Corruption Watch (ICW) pun mengungkapkan kegelisahaannya atas tindakan MA memotong hukuman bagi koruptor Mahkamah Agung (MA). ”Kami (ICW, Red) menilai kondisi ini semakin memperparah iklim pemberantasan korupsi di Indonesia,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Banyaknya koruptor yang hukumannya disunat, jelas tidak akan memberikan efek jera. ”Tidak akan pernah terealisasi jika vonis Pengadilan selalu rendah kepada para koruptor. Catatan ICW, sepanjang tahun 2019 rata-rata vonis untuk terdakwa kasus korupsi hanya dua tahun tujuh bulan,” katanya.
Sebelumnya ICW pun menilai putusan PK kontroversial. Misalnya vonis nihil majelis PK untuk mantan Direktur Utama Bank Century Robert Tantular padahal sebelumnya Robert divonis dalam empat putusan pengadilan dengan total hukuman 21 tahun penjara.
Robert bebas bersyarat setelah menjalani sekitar 10 tahun pidana penjara dengan mendapat remisi yang diterima 74 bulan dan 110 hari.
Berdasarkan data ICW sepanjang 2007 sampai 2018, setidaknya 101 terpidana koruptor yang dibebaskan MA. Sementara perkara yang ditangani KPK sepanjang 2017-2020 terdapat 20 terpidana yang dikabulkan PK-nya.
Lebih jauh, ICW menyinggung mantan hakim Mahkamah Agung Artidjo Alkostar menjadi salah satu sosok Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yang dipilih Presiden Joko Widodo.
Artidjo disebut-sebut sebagai salah satu sosok hakim yang paling ditakuti koruptor kala mengajukan kasasi di MA.
”Saat ini, tak dapat dipungkiri bahwa sosok seperti Artidjo Alkostar tidak lagi tampak di Mahkamah Agung. Maka dari itu para koruptor memanfaatkan ketiadaan Artidjo,” ucap Kurnia.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pengurangan masa hukuman para terpidana korupsi berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA) dapat memperparah korupsi di Indonesia.
”Selain efek jera yang diharapkan dari para pelaku korupsi tidak akan membuahkan hasil, (putusan PK) ini akan semakin memperparah berkembangnya pelaku korupsi di Indonesia,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.