Samarinda Toraja

Sabtu 12-09-2020,05:50 WIB

Akhirnya pabrik gas industri Arief berjalan lancar. Sudah 100 persen miliknya sendiri. Pabrik yang semula 2 hektare menjadi 20 hektare. Belum lagi pabriknya yang di banyak kota di Indonesia.

Singkatnya Arief menjadi yang terbesar di Indonesia. Merk dagang gasnya "Samator'' –singkatan Samarinda-Toraja.

Saingan terberatnya saat itu adalah Aneka Gas –milik BUMN. Terutama setelah Aneka Gas dijual ke investor Jerman. Statusnya pun menjadi PMA. Samator harus bersaing dengan perusahaan asing.

Tapi Samator menang. Pun akhirnya Aneka Gas ia beli –dari pengusaha Jerman itu.

Setelah mengalahkan Jerman, Arief menghadapi pesaing asing lainnya: Praxair. Dari Amerika. Sekali lagi Samator menang. Praxair sampai mundur dari pasar.

Bukan main.

Saya pun minta Arief untuk mau podcast di Energi Disway. Ia teman baik. Tapi saya baru tahu banyak hal di saat podcast itu.

Yang saya tahu ia membangun begitu banyak Vihara. Termasuk di kampung halamannya di Toli-Toli. Ia merasa perjalanan bisnisnya begitu baik. Itu pasti berkat dari Tuhan. Makanya ia ingin mengembalikan sebagian hasilnya kepada Tuhan.

Dan akhirnya Arief menjadi ketua Persatuan Umat Budha Indonesia. Mereka yang tidak mau bergabung ke Walubi kumpul di sini. Kian lama kian eksis melebihi Walubi.

Dan ia benar: kuliah bisa belakangan.

Setelah menjadi pengusaha gas industri terbesar di Indonesia Arief baru kuliah. Ia lulus S-1 teknik mesin. Lalu lulus S2 bisnis dari Universitas Gadjah Mada. Pun masih kuliah lagi di S2 Sekolah Tinggi Agama Budha Maha Prajna Jakarta. Arief pun masih ingin meraih S-3.

Semangat belajarnya itu tidak surut justru ketika grup Samator sudah membiak menjadi 30 perusahaan. Dan ketika Arief sudah selesai membangun gedung-gedung pencakar langit: untuk apartemen dan Hotel Novotel Samator itu.

Bisnis, bersekolah, beragama menjadi satu dalam jiwanya. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait