Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membongkar modus penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang selalu dilakukan oleh beberapa oknum pendidikan kepada publik.
Inspektur Jenderal Kemendikbud, Chatarina Muliana Girsang menyebutkan, bahwa terdapat dua belas modus untuk mengakali anggaran pendidikan yang kerap dilakukan pihak sekolah maupun dinas pendidikan.
Cara yang pertama yang umum dilakukan yakni, kepala sekolah diminta menyetor sejumlah uang kepada pengelola dana BOS di dinas pendidikan. Modus ini digunakan dengan dalih mempercepat proses pencairan dana BOS.
"Kami (Kemendikbud) sudah berupaya mencegah cara-cara itu dengan membuat aturan langsung menyalurkan kepada rekening sekolah, sehingga tidak ada lagi oknum yang meminta. Namun kenyataannya, tidak bisa 100 persen terjadi," kata Chatarina dalam webinar BOS Afirmasi dan BOS Kinerja, Kamis (10/9).
"Sepertinya, regulasi tidak bisa mencegah orang untuk melakukan perbuatan koruptif, jadi memang itu harus ditanam di mindset seluruh aparat PNS kita," sambungnya.
Modus kedua, kata Chatarina, biasanya kepala sekolah diminta menyetorkan sejumlah uang kepada oknum pejabat Disdik. Biasanya, modus ini dilakukan dengan dalih uang administrasi.
"Kasus lainnya, dana BOS sering diselewengkan dalam bentuk pengadaan barang dan jasa," ujarnya.
Chatarina juga menemukan pengelolaan dana BOS tidak sesuai dengan petunjuk teknis, seperti yang pernah diungkap Indonesia Coruption Watch (ICW) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kemudian, pihak sekolah juga tidak melibatkan komite sekolah dan dewan pendidikan dengan tujuan mempermudah penyelewengan dana BOS. Padahal, tidak boleh ada sekolah yang tidak memiliki komite sekolah yang menerima dana BOS.
"Syaratnya, penggunaan dana BOS harus bersama komite sekolah," imbuhnya.
Chatarina menambahkan, modus lainnya yang kerap ditemukan adalah dana BOS hanya dikelola oleh kepala dan bendahara sekolah. Lalu, dana BOS sengaja dikelola secara tidak transparan, hal ini tampak pada sekolah yang tidak memasang papan informasi tentang penggunaan dana BOS.
"Ada juga pihak sekolah atau kepala sekolah selalu berdalih dana BOS kurang. Padahal, dan BOS itu sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Chatarina, sekolah kerap kali melakukan mark up atau penggelembungan dana pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Hal ini dilakukan agar dana BOS ditingkatkan.
"Kepala sekolah juga kerap membuat laporan palsu. Seperti honor para guru yang seharusnya dibayar dengan dana BOS, namun malah diambil kepala sekolah dengan tanda tangan palsu si guru," katanya.
"Lalu, pembelian alat prasarana sekolah dengan kuitansi palsu atau pengadaan alat fiktif," imbuhnya.