Indonesia menolak wacana penghapusan hak veto yang dimiliki oleh lima negara anggota Dewan Keamanan PBB. Namun, Indonesia lebih mengusulkan terkait pengaturan penggunaan hak veto di DK PBB.
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian Ruddyard mengatakan, bahwa penghapusan hak veto hanya akan mengubah isi Piagam PBB yang perubahannya harus berdasarkan kesepakatan dan ratifikasi lima negara (P5) yakni Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia dan China.
"Menurut saya yang lebih masuk akal adalah mengatur penggunaan veto kira-kira di isu apa saya veto ini tidak boleh dipakai. Usulan ini lebih realistis daripada wacana penghapusan hak yang dimiliki oleh lima negara anggota DK lainnya," kata Fabian dalam seminar daring, Rabu (9/9).
Fabian menjelasakan, maksud larangan penggunaan veto mungkin dapat diatur untuk pelanggaran berat seperti genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang serta agresi.
Selain itu, yang dapat diatur dalam hak veto adalah alasan yang melatarbelakangi penggunaannya. Sebab, selama ini negara-negara yang memiliki hak veto memiliki hak prerogatif untuk tidak menjelaskan alasan di balik keputusannya melakukan veto.
"Menghapuskan veto saya rasa bukan suatu posisi yang realistis. Karena tidak mungkin negara P5 meratifikasi adanya perubahan (Piagam PBB) untuk melucuti veto-nya sendiri," tuturnya.
Wakil Tetap RI untuk PBB di New York Dian Triansyah Djani menjelaskan, bahwa isu ini juga menjadi perhatian bagi Prancis dan Meksiko, yang telah mengajukan inisiatif agar hak veto tidak digunakan untuk isu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun, pembahasan mengenai hak veto sebagai bagian dari reformasi DK PBB kini terhambat akibat pandemi Covid-19 yang mempersulit pertemuan tatap muka di antara anggota DK.
"Jadi perlu ditunda lagi pembahasannya," ujar Djani.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana melihat, penghapusan veto oleh negara-negara P5 jelas sulit dan tidak akan terjadi dalam waktu singkat.
Menurutnya, wacana penghapusan hak veto diharapkan dapat direalisasikan oleh generasi muda di lima negara tersebut dengan dilandasi pemikiran bahwa penggunaan hak veto di dalam DK PBB sebetulnya tidak adil.
"Menurut saya akan menjadi prime mover untuk reformasi PBB, bukan kita-kita ini yang di luar negara P5," kata Hikamahanto. (der/zul/fin)