Maka guru Mandarin itu tiap hari berkopiah dan bersarung. Setelah masa tugasnya habis ia diganti guru dari suku Han yang tentu saja komunis. "Tapi ia sering kami ajak bercanda untuk juga memakai sarung. Mau juga," ujar Novi.
Kini SMA unggulan tiga bahasa di Nurul Jadid itu sampai menolak-nolak murid baru. Saking favoritnya. Saya pun ingin bermalam lagi di pondok itu. (*)