Untuk mewujudkan ketahanan pangan, sangat penting hadirnya asuransi pertanian. Terutama di daerah yang rawan bencana.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan asuransi pertanian sangat peting untuk mewujudkan ketahanan pangan. Terlebih dalam kondisi perubahan iklim dan di daerah rawan bencana.
"Kondisi perubahan iklim dan bencana alam yang ekstrem dapat mengancam kelangsungan sektor pertanian di dalam negeri, khususnya produksi," katanya dalam keterangannya, Minggu (23/8).
Dijelaskannya, studi yang dilakukan Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2015 menemukan bahwa 25 persen total kerusakan dan kehilangan akibat bencana alam berdampak pada sektor pertanian negara berkembang.
"Sudah saatnya potensi bencana yang rawan menimpa Indonesia dijadikan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pertanian. Upaya antisipasi perlu dijalankan supaya dampak dari bencana tersebut dapat diredam seminimal mungkin dan memungkinkan sektor pertanian tetap bisa berjalan," jelasnya.
Menurutnya, petani di Indonesia kerap dihadapkan pada risiko ketidakpastian produksi akibat gagal panen. Bahkan terkadang harus menanggung sendiri beban kerugian yang dialami.
Tercatat total lahan usaha tani yang terdampak banjir dan kekeringan hampir mencapai 1 juta hektare pada periode 2003 hingga 2008.
"Petani Indonesia pun secara umum selalu memiliki dua masalah utama, yaitu mereka tidak mempunyai modal untuk memulai bercocok tanam atau mereka tidak mempunyai perlindungan efektif jika mengalami kerugian akibat gagal panen," ucapnya.
Karenanya, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, maka asuransi pertanian pun diperkenalkan.
Disusul dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40 Tahun 2015 yang lebih mengatur implementasi asuransi pertanian di Indonesia, maka pada 2015, program asuransi mulai dijalankan di Indonesia.
Sayangnya tidak semua petani dapat mengikuti asuransi. Sebab petani yang akan mendaftar haruslah yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (gapoktan).
Selain itu, kriteria petani lain untuk menjadi calon tertanggung AUTP adalah para petani penggarap yang memiliki atau tidak memiliki lahan usaha tani dan menggarap paling luas dua hektare lahan saja.
Lahan sawah yang terlindungi oleh asuransi pun hanya tidak banyak, yaitu lahan sawah irigasi, lahan pasang surut/lebak, dan lahan tadah hujan yang kesemuanya memiliki sumber air yang baik.
Petani juga harus melewati serangkaian proses untuk dapat mendaftar dan mengajukan klaim asuransi nantinya.
Dikatakannya, kekhawatiran petani pun cukup beralasan, yang mana salah satunya juga disebabkan oleh ketakutan akan lamanya klaim dibayarkan.