Tapi mereka tidak jadi membubarkan diri. Terutama setelah melihat kebohongan Trump begitu masif. Di 100 hari pertama itu saja tiap hari melakukan 5 kebohongan. Dan kecenderungannya kian lama kian banyak.
Dua nama India itu terus menghiasi langit Amerika sepanjang minggu lalu. Seperti juga di Indonesia, ada tim buzzer yang menguliti mereka berdua. Terutama menguliti Kamala Harris.
Untungnya di Amerika ada situs yang mengkhususkan diri untuk melakukan pengecekan medsos. Produk-produk buzzer itu dinilai. Lalu dilakukan klarifikasi secara independen.
Misalnya soal berita Kamala itu orang kulit hitam pertama yang jadi Cawapres. Buzzer menganggap Kamala bohong. Dia bukan kulit hitam. Dia keturunan India.
"Kamala telah memanfaatkan kulit hitam untuk kepentingan politik," tulis medsos yang dipastikan dari buzzer. Situs independen itu melakukan klarifikasi: Kamala tidak pernah mengklaim dirinyi seperti itu.
Kamala hanya mengatakan bapaknya orang Jamaika. Ibunyi orang India. Dia sendiri dibesarkan di kultur kulit hitam. Media lah yang memberinya identitas sebagai kulit hitam.
Trump sendiri lebih parah lagi dalam menyerang Kamala. "Dia itu tidak memenuhi syarat jadi calon wapres. Dia imigran," ujar Trump pekan lalu. Kali ini bukan situs independen itu yang perlu mengklarifikasi. Sebagian besar rakyat Amerika sendiri yang menilai: Trump keliru lagi. (*)