Pemerintah Indonesia sampai saat ini dinilai belum memiliki strategi perdagangan internasional yang jelas, apakah memfokuskan pada ekspor atau impor. Hal ini tidak seperti yang dilakukan oleh beberapa negara lain.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dzulfian Syafrian mengatakan, bahwa negara-negara lain sudah melakukan strategi perdagangan yang jelas.
"Sementara saya melihatnya Indonesia belum jelas strategi perdagangan ekspor oriented atau impor oriented," ujarnya dalam video daring, kemarin (12/8).
Strategi perdagangan internasional, kata dia, tidak selalu sesuai dengan target. Ya, ada yang hasilnya positif atau surplus ataupun negatif atau defisit. Meski begitu, memiliki konsep fokus pemetaan perdagangan secara global sangat penting.
Misalnya, lanjut dia, seperti Jerman dan Jepang yang memilih startegi berbasis ekspor. Sehingga arahnya menjadi jelas, di mana pelaku usaha didorong untuk membidik pasar-pasar di luar negeri yang membutuhkan ekspor. "Makanya, kalau neraca perdagangan mereka positif sangat wajar sekali," ucapnya.
Sementara untuk Indonesia, menurut dia, untuk keduanya baik ekspor maupun impor tidak diarahkan secara matang. Keduanya masih setengah-setengah. Untuk itu, Dzulfian berharap pemerintah bisa segera tegas menentukan strategi perdagangannya.
Kini, dia mendesak, sudah saatnya pemerintah Indonesia menggenjot perdagangan internasional berbasis nilai. Misalnya, produk kelapa sawit selama ini hanya diambil bijinya saja dan kemudian diolah menjadi minyak sawit, padahal produk sawit masih panjang turunannya. Nah, hal ini yang mesti diperhatikan pemerintah agar memiliki nilai tambah lebih tinggi.
"Selain itu, menjalin kerja sama dengan negara lain, khususnya menarik investor yang mau berinvestasi dalam rantai nilai ini," tuturnya.
Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kinerja neraca perdagangan dalam negeri mengalami surplus USD1,27 miliar secara bulanan pada Juni 2020. Realisasi tersebut lebih rendah dari surplus USD2,09 miliar pada Mei 2020, namun lebih tinggi dari surplus USD200 juta pada Juni 2019.
\Secara total, neraca perdagangan surplus USD5,5 miliar pada Januari-Juni 2020. Realisasi ini lebih baik dari defisit USD1,93 miliar pada Januari-Juni 2019.
"Pertumbuhan ekspor selama Juni menggembirakan. Diharapkan geliat ekspor yang positif akan berlanjut di bulan-bulan berikutnya," kata Kepala BPS, Suhariyanto.
Surplus neraca perdagangan terjadi karena nilai ekspor mencapai USD12,03 miliar atau naik 15,09 persen dari Mei 2020. Sementara nilai impor hanya mencapai USD10,76 miliar atau naik 27,56 persen dari bulan sebelumnya. (din/zul/fin)