Kendati sudah ditetapkan sebagai tersangka, Brigjen Prasetijo Utomo tak langsung membuatnya kehilangan statusnya sebagai anggota Korps Bhayangkara. Kabareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo, mengatakan pihaknya hingga kini belum memutuskan pemberian sanksi pemecatan kepada Prasetijo Utomo.
"Terkait proses kode etik saat ini masih berproses. Nanti kita tunggu saja, karena itu harus melalui mekanisme sidang gelar kode etik di propam," kata Listyo Sigit Prabowo, Selasa (28/7).
Biasanya, kata dia, keputusan pemecatan dari keanggotaan baru bisa dilakukan usai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. “Biasanya setelah inkrah (keputusan tetap pengadilan),” tegas Sigit.
Hingga saat ini, Polri masih fokus untuk mengurus persidangan tersangka. “Kami di Bareskrim fokus dengan penanganan kasus-kasus pidana yang terjadi," jelas dia.
Penetapan tersangka kepada Prasetijo Utomo diumumkan setelah melakukan serangkaian gelar perkara. Adapun gelar perkara dilakukan, Senin (27/7), dan diikuti oleh Itwasum, Divisi Propam, Rowasidik Bareskrim, para Direktur, dan seluruh penyidik tim khusus Bareskrim Polri yang ditugaskan mengusut kasus surat jalan Djoko Tjandra.
Sigit menyampaikan konstruksi hukum penetapan tersangka terhadap Brigjen Prasetijo Utomo ini adalah tersangka membuat dan menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUHP ayat 1 dan 2 Jo pasal 55 ayat 1 kesatu e KUHP.
Selain pasal 263 KUHP, sangkaan pasal lainya untuk menjerat tersangka ialah tindak pidana yang membantu orang yang dirampas kemerdekaannya atau dengan arti lain melindungi buronan Djoko Tjandra sebagaimana dalam pasal 426 KUHP.
“Dalam konstruksi ini, BJP PU sebagai anggota Polri yang seharusnya bertugas sebagai penegak hukum telah membiarkan atau memberi pertolongan kepada buronan JST dengan mengeluarkan surat jalan, pembuatan surat bebas Covid-19, dan rekomendasi kesehatan,” papar Sigit, sekaligus menyampaikan dalam perkara ini tim khusus Bareskrim telah melakukan pemeriksaan terhadap 20 orang saksi.
Kemudian, konstruksi pasal lain yang menjerat tersangka ialah pasal 221 ayat 1 KUHP di mana Brigjen PU telah menghalangi penyidikan. Dengan demikian, hasil kesimpulan gelar perkara telah menetapkan Brigjen PU dengan sangkaan pasal 263 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 kesatu huruf e, pasal 221 ayat 1 KUHP dan atau pasal 426 KUHP.
“Dengan ancaman maksimal enam tahun,” pungkas Sigit. (rmol/zul)