Ancaman pidana menanti Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri itu dijerat tiga pasal pidana terkait penerbitan surat jalan untuk buronan cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra. Jenderal polisi bintang satu tersebut terancam hukuman maksimal enam tahun penjara.
"Setelah pemeriksaan enam saksi dari staf Korwas PPNS Bareskrim dan staf Pusdokkes Polri, kasus tersebut naik ke penyidikan. Setelah naik ke penyidikan, tim akan menindaklanjuti penyidikan kasus ini memeriksa tersangka," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono di Bareskrim Polri Jakarta, Selasa (21/7).
Dalam kasus ini, lanjutnya, Prasetijo bakal dijerat dengan Pasal 263 KUHP, 426 KUHP dan atau 221 KUHP. Seperti diketahui, Prasetijo dinilai telah melakukan hal yang melampaui kewenangannya. Dia diketahui mengeluarkan surat jalan bagi Joko Tjandra atas inisiatif sendiri tanpa seizin pimpinan. Atas perbuatannya tersebut, Prasetijo akan dikenai sanksi kode etik Polri, sanksi disiplin dan pidana.
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyebut kasus Joko Tjandra sangat urgen. Dia meminta Menkopolhukam Mahfud MD mengawasi lembaga penegak hukum agar serius memberantas korupsi. Terutama menangkap Joko Tjandra dan meringkus oknum yang memberi fasilitas pada buronan kelas kakap tersebut.
"Menkopolhukam, hendaknya segera mendalami pengakuan Mabes Polri yang mengatakan bahwa Brigjen Pol Prasetijo mendampingi Joko Tjandra dalam perjalanan ke Kalimantan Barat. Dalam kepentingan apa jenderal polisi itu dengan buronan ke Kalimantan Barat," kata Neta di Jakarta, Selasa (21/7).
Menurutnya hal itu penting untuk diungkap. Apakah pengawalan jenderal polisi ini murni gratis dan tidak ada gratifikasi. "Pengawalan itu inisiatif pribadi atau ada jenderal yang lebih tinggi yang memerintahkan Prasetijo mengawal Joko Tjandra," ucap Neta.
Jika pengawalan itu inisiatif Prasetijo, tentunya saat Joko Tjandra muncul di Bandara Pontianak, sudah ditangkap oleh Polda Kalbar. "Jika Kapolda Kalbar tidak tahu Joko Tjandra muncul di wilayah tugasnya, ini lebih aneh lagi. Kenapa Kapolda Kalbar tidak tahu? Ada apa dengan carakerja intelijen di Polda Kalimantan Barat, sehingga tidak bisa mendeteksi kemunculan seorang buronan di wilayahnya," paparnya.
Kejaksaan Agung sendiri hingga saat ini belum dapat memastikan keberadaan Joko Tjandra. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono memastikan jika tertangkap, Joko Tjandra akan langsung dijebloskan ke penjara.
"Saat ini upaya pencarian masih terus dilakukan. Keberadaan yang bersangkutan, sampai saat ini masih dalam pencarian," kata Hari, di Jakarta, Selasa (21/7).
Pihaknya belum dapat memvalidasi kabar yang menyebut Joko Tjandra di Malaysia. "Jadi posisi Djoko Tjandra ini terpidana. Kalau tertangkap, ya lansung masuk penjara," ucapnya.
Terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman melaporkan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena diduga melanggar kode etik anggota DPR.
"Saya menyampaikan laporan atau pengaduan dugaan pelanggaran kode etik seperti yang diatur dalam Peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2015 terhadap Azis Syamsudin, selaku Wakil Ketua DPR RI," kata Boyamin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/7).
Dia menjelaskan laporannya itu terkait Azis sebagai Wakil Ketua DPR diduga tidak mengizinkan Komisi III DPR RI untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Ditjend Imigrasi KemenkumHam terkait permasalahan lolosnya Joko Soegiarto Tjandra keluar masuk wilayah Indonesia.
"RDP tersebut sangat urgen. Karena akan membantu Pemerintah mengurai sengkarut Joko Soegiarto Tjandra dan memberikan rekomendasi untuk penuntasan penindakan terhadap oknum-oknum yang membantu dan menemukan jejak-jejak keberadaannya. Sehingga Pemerintah dapat menangkapnya," jelas Boyamin.
Terkait RDP, lanjutnya, Komisi III DPR telah mendapat persetujuan Ketua DPR Puan Maharani. Sehingga semestinya diizinkan pula oleh Azis Syamsuddin. Dengan tidak diizinkannya RDP Komisi III DPR oleh Azis Syamsuddin, patut diduga telah melanggar kode etik. Yakni menghalang-halangi tugas anggota DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan. (rh/zul/fin)