Kasus penyebaran COVID-19 di Indonesia akan mencapai puncaknya pada Agustus nanti. Lalu akan melandai dan berakhir pada Februari 2021 dengan estimasi jumlah penderita mencapai 227 ribu orang.
Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Dedi Rosadi mengatakan ada dua prediksi kapan pandemi COVID-19 akan berakhir. Hal tersebut
berdasarkan penghitungan yang dilakukan bersama rekannya alumni FMIPA UGM Joko Kristadi dan Fidelis Diponegoro. Dijelaskannya, penghitungan yang dilakukan dengan penelusuran data terakhir dan menggunakan berbagai pendekatan pemodelan data-driven (berbasis pergerakan data).
"Terdapat kenaikan nilai proyeksi kasus positif di akhir pandemi yang cukup signifikan dibanding estimasi yang disampaikan sebelumnya pada Juni 2020," katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/7).
Menurutnya berdasarkan penghitungan, prediksi paling optimistis dengan menggunakan model hybrid kompartemen SIR-Regresi-runtun-waktu. Dengan penghitungan ini diperkirakan pandemi akan berakhir pada awal November 2020 dengan total kasus positif di sekitar 112 ribu penderita.
"Sedangkan dengan model Probabilistic Data Driven Model COVID-19 Indonesia, diprediksi pandemi akan berpuncak di akhir Juli sampai Akhir Agustus 2020 dan berakhir di akhir Februari 2021 dengan estimasi total kasus positif di sekitar 227 ribu penderita," ungkapnya.
Lebih lanjut, dikatakannya, berdasarkan pantauan dari sistem permodelan tersebut terlihat angka penularan (Rt) masih di atas satu yakni bernilai 1.08 pada tanggal 17 Juli 2020.
Dari prediksi tersebut, dia pun menyampaikan beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian.
Pertama, angka penghitungan Rt COVID-19 Indonesia dalam beberapa hari terakhir masih di sekitar 1.08. Angka ini menunjukkan secara nasional masih harus diwaspadai penularan lokal di beberapa wilayah provinsi atau kabupaten yang menjadi episenter penyebaran COVID-19.
"Lalu, munculnya pola gemlombang penyebaran kedua paska relaksasi. Ini bisa dilihat dari situasi di beberapa negara dunia seperti Jepang, Australia, Maroko, Yunani, Hongkong, Kroasia, Israel," ungkapnya.
Sementara di Indonesia, kemunculan gelombang kedua belum terlihat. Namun yang terlihat adanya peningkatan jumlah penambahan pasien harian (insidensi) dibandingkan masa sebelum dilakukannya era adaptasi kebiasaan baru.
Dia pun menekankan perlunya dilakukan pengendalian penyebaran secara lebih optimal di epicenter utama di Indonesia yakni Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, serta Kalimantan Selatan. Langkah pengendalian yang dimaksud dengan lebih menggencarkan tracing, test & treatment (3T) seiring dengan pendisiplinan masyarakat.
"Pengendalian provinsi-provinsi lain yang berpotensi membahayakan seperti Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, Sumatera Selatan dan Papua perlu dioptimalkan agar Indonesia dapat semakin optimistis menatap ke depan," kata dia.
Dikatakannya upaya menghentikan pandemi tergantung dari kedisiplinan masyarakat menerapkan protokol kesehatan.
"Kebijakan pemerintah dan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol normal baru adalah kunci untuk menghadang kenaikan rate penambahan pasien COVID-19," terangnya.