"Sidang online memang bisa dilaksanakan di pengadilan. Tetapi bukan untuk buron. Jadi permintaan sidang daring oleh Joker ini jelas-jelas bentuk penghinaan terhadap pengadilan. sehingga sudah semestinya ditolak oleh hakim," terang Boyamin.
Seharusnya, lanjut Boyamin, Joker harus sadar diri selama ini adalah buron. Sehingga tidak semestinya mendikte pengadilan untuk sidang online. Dia menyebut Joker dengan ulahnya tersebut telah mencederai rasa keadilan rakyat.
"Hukum tidak berlaku bagi orang kaya. Sehingga Joko Tjandra tidak boleh mendapat dispensasi berupa sidang daring," tuturnya.
Terkait alasan sakit, Boyamin menduga Joko Tjandra hanya pura-pura. karena Sebab, dia tidak diopname di rumah sakit. Hanya ada surat keterangan sakit dari Poliklinik di Kuala Lumpur, Malaysia.
"MAKI meminta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar permohonan PK Joko Tjandra distop sampai di PN Jaksel saja. Langsung dimasukkan ke arsip dan tidak perlu dikirim ke Mahkamah Agung," pungkasnya.
Hal senada disampaikan peneliti ICW (Indonesia Corruption Watch), Kurnia Ramadhana. Menurutnya, Majelis Hakim harus menolak PK yang diajukan Joko Tjandra. Buronan tersebut dinilai tidak kooperatif.
"Persidangan sudah digelar tiga kali. Namun yang bersangkutan tidak pernah hadir. Yang muncul selalu kuasa hukumnya. Dapat disimpulkan Joko Tjandra tidak kooperatif terhadap persidangan," ujar Kurnia di Jakarta, Senin (20/7).
Selain itu,Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 dan Pasal 265 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sudah secara tegas menyebutkan pemohon wajib hadir saat melakukan pendaftaran dan mengikuti pemeriksaan persidangan PK.
"Ini terbukti dari tindakannya yang melarikan diri saat putusan pemidanaan dijatuhkan terhadap dirinya. Sehingga Majelis Hakim semestinya dapat bertindak objektif dan turut membantu Kejaksaan. Caranya tidak menerima permohonan PK jika tidak dihadiri langsung oleh yang bersangkutan," paparnya. (rh/zul/fin)