Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang tinggi menyedot perhatian masyarakat Indonesia. Hingga akhir Mei 2020, Bank Indonesia (BI) mencatat Rp5.990 triliun atau nyaris tembus Rp6.000 triliun dengan kurs 14.800 per Dolar Amerika Serikat (AS).
Untuk mengatasi ULN, ekonom senior Rizal Ramli memberikan saran dengan melakukan negosiasi dan renegosiasi atas ULN. Dengan demikian, bisa memotong besaran utang.
Langkah ini pernah dilakukan saat ia menjabat sebagai mentei keuangan di era Presiden Abdurrahman Wahid. Negosiasi yang dilakukannya saat itu berhasil. Pemerintah Jerman setuju atas pemotongan utang Indonesia hingga 600 juta Dolar AS.
Kompensasinya, Indonesia harus menyediakan lahan untuk konservasi seluas 300 ribu hektare di Kalimantan. Nah, saat ini pemerintah Indonesia bisa melakukan hal serupa, yakni negosiasi dengan negara-negara pemberi utang.
Rizal meyakini jika negosiasi dilakukan bisa mengurangi utang Indonesia hingga 20 miliar Dolar AS. Rizal meminta pemerintah Indonesia bisa melobi pemerintah Kanada, Eropa, untuk mengurangi utang dengan kompensasi lahan konservasi.
Hal itu diyakini utang Indonesia bisa berkurang lebih dari 20 miliar Dolar AS. "Bahkan, bisa lebih dari 20 miliar Dolar utang Indonesia bisa dipotong," ujarnya, kemarin (18/7).
Terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, setiap belanja kementerian dan lembaga di Kabibent Indonesia Maju telah diperhitungkan secara matang demi kemajuan Indonesia masyarakat.
"Jadi segala sesuatu belanja itu begitu banyak harus kita perhatikan, prioritaskan dan tentu saja tidak bocor, tidak dikorupsi, tepat sasaran, dan tepat kualitas," katanya dalam video daring, kemarin (18/7) lalu.
Namun, jika pengeluaran lebih besar daripada penerimaan negara, maka peran untung sangat dibutuhkan. Menurutnya, utang tidak selamanya buruk, utang bagian dari proses berkembangnya ekonomi Indonesia.
"Sebagai Menteri Keuangan kita semuanya mencoba untuk mengelola keuangan negara, keuangan negara itu ada penerimaan, ada belanja dan ada pembiayaan termasuk investasi. Kalau utang, utangnya untuk apa dulu, kalau untuk membuat infrastruktur jadi baik supaya anak-anak kita bisa sekolah sehingga mereka tidak menjadi generasi yang hilang, mereka jadi generasi yang produktif ya tidak ada masalah," papar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengumumkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia per akhir Mei 2020 hampir tembus Rp6.000 triliun. Utang itu terdiri dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) 194,9 miliar Dolar AS atau Rp2.884 triliun dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 209,9 miliar Dolar AS atau Rp3.106 triliun.
ULN Indonesia tersebut tumbuh 4,8 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2020 sebesar 2,9 persen (yoy). (din/zul/fin)