Keterlibatan sejumlah jenderal lulusan Akpol Akpol 1991 memberi keistimewaan buronan kelas kakap Joko Tjandra mencoreng nama besar Polri. Persekongkolan jahat ini pun akhirnya bermuara pada pemecatan dan proses pidana.
Pemerintah khususnya Menkopolhukam Mahfud MD diharapkan bisa membentuk Tim Pencari Fakta untuk mendalami kasus ini. Ya, kedua jenderal Akpol 91 yang begitu kental dalam berkolaborasi itu, yakni Brigjen Nugroho Slamet Wibowo (51) dan Prasetijo Utomo (50).
”Kenapa kedua jenderal Akpol 91 ini nekat mempertaruhkan harga diri dan jabatannya hanya untuk melindungi buronan Joko Tjandra,” terang Ketua Presedium IPW Neta S. Pane kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Minggu (19/7).
Padahal, sambung Neta, teman satu angkatan mereka, Komjen Listyo Sigit Prabowo menjabat sebagai Kabareskrim. Bersamaan dengan itu, saat ini sedikitnya ada 13 jenderal dari Akpol 91 yang memegang jabatan strategis di Polri.
Di era Kapolri Idam Azis, sambung Neta, Akpol 91 memang mendapat keistimewaan, karena memegang jabatan strategis di Polri. Ada empat orang menjadi kapolda (Irjen M Fadil, Irjen Wahyu Widada, Irjen M Iqbal, dan Irjen Merdisyam), Irjen Prabowo Argo menjadi Kadiv Humas, Brigjen Syahar Diantono di SDM Polri.
”Selain itu, nama-nama ke-13 alumni Akpol 91 itu cukup populer di masyarakat, di antaranya ada Brigjen Krishna Murti, Brigjen Yusri Yunus dan lain-lain,” ungkapnya.
Lulusan Akpol 91 ada 123 orang. Di urutan pertama Batalyon Bhara Daksa 91 itu terdapat nama K Yani Sudarto kelahiran September 1969 dan urutan terakhir adalah Krishna Murti kelahiran Januari 1970.
Sementara dua brigjen yang terkena kasus Joko Tjandra, Brigjen Nugroho Wibowo berada di urutan 81 dan Brigjen Prasetijo Utomo di urutan 53, sementara Kabareskrim Sigit menempati urutan 84.
Lulusan Akpol 91 yang termuda adalah Ruben Verry kelahiran Agustus 1970 dan paling tua Chairul Azis kelahiran Januari 1967. Sedangkan Adhimakayasa (lulusan terbaik) Akpol 91 adalah Irjen Wahyu Widada.
”Begitu banyak Akpol 91 di posisi strategis, kenapa kedua brigjen itu tega mencoreng citra Promoter Polri. Akibat ulah kedua jenderal Akpol 91 ini, harkat dan martabat Bangsa Indonesia mereka gadaikan,” timpalnya.
Polri telah dijadikan agunan oleh kedua jenderal Polri ini untuk kepentingannya. Kasus ini benar benar memprihatinkan dan sangat memilukan.
”IPW mendesak kasus ini diusut tuntas. Harus diurai anatomi kasusnya. Apakah di belakang kedua jenderal alumni Akpol 91 ini ada orang besar dan ini yang harus diusut tuntas agar orang tsb bisa diseret keluar dan diadili,” timpalnya.
Sebab tidak ada institusi lain yang berwenang mengurus red notice buronan yang ada di luar negeri selain Polri. ”Sebab itu ketika ada jenderal di NCB Interpol Polri bermain main dengan red notice buronan, atasannya harus bertanggung jawab dan dicopot dari jabatannya,” urainya.
Selain itu harus diungkap pula apa alasan dari kedua jenderal Akpol 91 itu mencabut red notice buronan Djoko Soegiharto Tjandra, hingga buronan tersebut bebas keluar-masuk Indonesia. Apakah ada gratifikasi atau hal lain.
”Untuk mengusut tuntas kasus ini Polri jangan dibiarkan bekerja sendiri. Sebab promoternya akan sangat diragukan dan tidak mungkin jeruk makan jeruk,” harapnya.