Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan apresiasi atas penangkapan Maria Pauline Lumowa yang dilakukan jajaran Kementerian Hukum dan HAM maupun Mabes Polri.
Dari proses penangkapan ini ini, diharapkan sang buronan berani mengembalikan uang milik PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) dan sebagai pintu masuk menangkap aktor dan buronan lainnya.
”Kami apresiasi atas kerja keras Kemenkumham maupun lembaga terkait. Mudah-mudahan selama proses hukum di Indonesia bisa membawa dampak, bahwa kerugian yang dialami oleh BNI bisa dikembalikan oleh tersangka,” ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam keterangan yang diterima Fajar Indonesia Network (FIN) Kamis (9/7).
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono meyakini penangkapan buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa merupakan pintu masuk bagi pemerintah Indonesia untuk menangkap lebih banyak buronan yang lari ke luar negeri.
”Ini skema awal yang baik. Keberhasilan ini menumbuhkan keyakinan pada publik. Artinya kemauan politik yang kuat dari pemerintah, menjadikan semua DPO atau buronan yang lari ke luar negeri bisa dipulangkan dan diadili,” timpal Arief Poyuono.
Menurut dia, meskipun Indonesia dan Serbia belum punya perjanjian ekstradisi, keberhasilan itu tidak lepas dari permintaan Serbia yang dipenuhi Indonesia terkait dengan ekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada tahun 2015.
”Ini kan sebuah potret buruk terkait dengan kasus Harun Masiku dan Djoko Tjandra, semestinya evaluasi mendasar buat perbaikan kinerja dan sistem keimigrasian yang dibangun dengan uang negara. Tapi ini langkah baik, layak diapresiasi karena setelah 17 tahun buronan pembobol BNI itu melarikan diri,” tandasnya.
Ke depan, sambung dia, publik berharap sistem dan basis IT yang dibangun bisa dikelabui penjahat atau lebih jauh lagi. ”Ingat ya, jangan sampai sistem yang ada dijadikan tempat berlindungnya atau menjadi sarana para perencana kejahatan dan penjahat. Kemudahan teknologi harusnya untuk memitigasi dan mencegah segala bentuk manipulasi,” imbuhnya.
Terpisah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan menyelesaikan proses ekstradisi terhadap buronan pelaku pembobolan Bank BNI sebesar Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa, dari pemerintah Serbia. Yasonna menyebut bahwa jumlah uang yang dibobol oleh Maria Pauline Lumowa dari kas Bank BNI pada 2003 lalu sebesar Rp1,2 triliun.
”Beliau adalah seorang pembobol BNI dengan teman-temannya yang lain melalui L/C (Letter of Credit) fiktif yg terjadi pada tahun 2003 sebesar Rp1,2 triliun,” ujar Yasonna dalam jumpa pers di Bandara Seokarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7).
Hal tersebut sekaligus meluruskan pemberitaan sebelumnya yang menyebut bahwa jumlah uang yang dibobol oleh Maria dari kas BNI sebesar Rp1,7 triliun, yang dikutip dari siaran pers Kementerian Hukum dan HAM terkait ekstradisi terhadap Maria Pauline, Rabu (8/7) lalu.
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003 Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp, yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI. (fin/zul/ful)