Surat Edaran tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi yang menetapkan harga maksimum Rp150 ribu mulai direspons. Sejumlah pihak berharap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melibatkan semua stakeholder dalam setiap pengambilan keputusan.
"Pemerintah dalam mengambil kebijakan ini harusnya melibatkan semua stakeholder, termasuk di antaranya faskes, tenaga medis, para ahli dan lainnya sehingga tidak menimbulkan polemik," kata anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati.
Politisi PKS ini mengatakan, pemerintah memang perlu intervensi tentang harga rapid test agar tidak dijadikan komoditi bisnis di tengah pandemik Covid-19 oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Karenanya, pemerintah juga seharusnya menyiapkan dana untuk rapid test gratis, sehingga masyarakat yang tidak mampu tidak merasa terbebani.
"Pemerintah harus menyiapkan dana untuk rapid test gratis untuk masyarakat nggak mampu dan bagi masyarakat yang mampu silakan bisa rapid test mandiri," tegasnya.
Terlebih, kata dia, rapid test merupakan alat tes awal untuk mengetahui seseorang terpapar Covid-19. Sebab, masih tahapan test selanjutnya untuk mengetahui diagnosa penyakit Covid-19 tersebut.
"Hal ini juga harus menjadi perhatian kita semua," tandasnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengatur harga tertinggi rapid test. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi.
"Batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan rapid test antibodi adalah Rp150 ribu," tulis SE yang ditetapkan pada 6 Juli 2020 lalu tersebut. (rmol/zul)