Denny Siregar: Cuman di Indonesia, Mualaf yang Harusnya Belajar Malah Didaulat Ngajar

Sabtu 04-07-2020,10:45 WIB

Twitter kembali digunakan Denny Siregar untuk mengkritik. Kali ini pegiat media sosial itu menyoroti banyaknya muallaf yang menjadi pendakwah.

Denny Siregar mengatakan para muallaf itu seharusnya belajar agama, bukan malah menjadi penceramah. “Cuman di Indonesia, mualaf yang harusnya belajar malah didaulat ngajar,” cuit Denny Siregar, Sabtu (4/7).

Menurut Denny, kadrun (istilah yang disematkan pada kelompok Islam tertentu) adalah pasar potensial di Indonesia. Karena itu, kata Denny, untuk menjadi uztaz atau pengajar cukup jadi Kristen aja dulu, kemudian menjadi muallaf.

“Jadi gak usah capek2 jadi santri. Jadi Kristen aja dulu, trus mualaf, langsung deh ngajar. Ceramahnya cukup jelek2in agama lama. Indonesia bebas, kok. Kadrun itu pasar potensial,” tandasnya.

Sebelumnya, Denny Siregar membeberkan nama-nama penceramah yang disebutnya sebagai ustad mualaf. Di antaranya Yahya Waloni, Felix Siaw, Irene Handono, dan Bangun Samudra.

“Mereka disebut muallaf karena pindah agama dari agama A ke agama B. Sebagai orang yang mengenal agama baru, seharusnya muallaf ini mulai belajar menggali ilmu, supaya semakin cerdas dan berwawasan,” kata Denny Siregar dalam video yang diunggah di channel Youtube CokroTV.

“Lucunya fenomena belakangan ini, si mualaf yang seharusnya belajar, malah didaulat untuk mengajar. Mereka kemudian disebut ustaz, yang kalau diartikan bermakna pendidik atau pengajar,” tambahnya.

Kata Denny, si muallaf mau-mau saja. Bukannya merasa rendah diri dan bilang ‘maaf saya harus banyak belajar’. Mereka malah dengan tinggi hati mengambil podium dan kursi lalu mengajarkan pelajaran, dimana seharusnya mereka banyak belajar.

“Apa jualan mereka? Ya pasti menjelek-jelekkan agama sebelumnya yang merek anut. Persis seperti sales Coca Cola yang pindah ke Pepsi dan ceritakan buruknya Coca Cola dari A sampai Z,” tuturnya.

Penulis buku ‘Tuhan dalam Secangkir Kopi’ itu mengatakan mereka harus jualan kejelekan-kejelakan, karena memang tidak ada ilmu yang bisa mereka ajarkan.

“Akhirnya mereka menggali-gali “apa ya yang harus gua tonjolkan? Gue cerdas kagak, bego iya”. Ah enaknya jualan keburukan. Pasti ada yang beli karena bad news is a good news,” katanya. (one/pojoksatu/zul)

Tags :
Kategori :

Terkait