Harian DI's Way

Kamis 02-07-2020,07:00 WIB

Begitu kecil sahamnya di perusahaan itu.

Tapi itulah salah satu kunci sukses Huawei.

Sejak mengetahui itu, saya meneguhkan niat dalam hati: suatu saat akan mendirikan perusahaan dengan saham terbesar milik karyawan.

Tak disangka saya mendapat berkah: tidak di Jawa Pos lagi.

Saya juga tidak menyangka: tiba-tiba ada Covid-19.

Saya tiba-tiba tidak berkutik. Hanya bisa tiduran di rumah. Sepanjang hari. Sepanjang minggu.

Badan saya memang terkurung. Tapi pikiran saya melayang ke mana-mana. Termasuk ke Huawei. Juga ke Ren Zhengfei.

Inilah saatnya melaksanakan niat lama: mengikuti jejak Huawei. Setidaknya dalam hal persahamannya.

Tunggu dulu.

Ada satu yang membuat saya pusing: bagaimana Ren, dengan hanya memegang saham 2 persen, bisa memiliki hak veto di Huawei.

Bagaimana meski hanya memegang saham 2 persen Ren tetap menjadi figur sentral di Huawei.

Itu yang saya inginkan: saya tidak memerlukan saham-saham itu. Saya memerlukan kendali itu.

Tapi di sistem hukum Indonesia hal seperti Huawei tidak mungkin bisa dilakukan. UU Perseroan Terbatas menegaskan: keputusan tertinggi ada di RUPS. Kalau tidak ketemu jalan musyawarah harus diadakan pemungutan suara: 1 saham, 1 suara.

Pasti yang hanya memegang saham 2 persen tergilas oleh yang mayoritas. Jangankan 2 persen. Yang 10 persen pun terlindas begitu saja. Pun yang sampai 40 persen. Tidak akan berkutik.

Begitulah hukum yang berlaku di perusahaan.

Adakah jalan keluar seperti yang saya inginkan?

Tags :
Kategori :

Terkait