Isi poster sangat simple: foto dirinya dengan baju hem putih dan kopiah hitam. Tidak banyak tulisan di poster itu. Bunyinya hanya: Mas Novi, Calon Bupati.
Tidak ada jargon, motto atau pun gelar-gelar. Prinsip-prinsip marketing ia jalankan.
Hasilnya: popularitas Novi tiba-tiba melangit, 70 persen. Dari sebelumnya hanya 8 persen.
Partai-partai pun mengincarnya. Terutama PDI-Perjuangan dan PKB. Tingginya rating Novi membuat ia tidak perlu mencari partai. Kendaraan politik itu datang sendiri.
Ia sama sekali tidak perlu membayar mahar ke PDI-Perjuangan. Tidak juga ke PKB. Ayahnya akrab dengan kyai-kyai utama di PKB.
Hanya saja ia harus menggandeng kader PDI-Perjuangan sebagai wakil.
Hasil kerjanya sangat nyata. Hasil surat cinta di dalam buku pelajarannya pun nyata: anaknya lima orang. Yang tertua kuliah di Yaman. Di Darul Mustofa di Kota Tarim.
Di sana ia masuk pesantren milik leluhurnya sendiri itu --dari jalur istri Novi.
Yang kedua dan ketiga wanita. Dua-duanya masuk SMK animasi Umar Said yang disponsori Djarum di Kudus. Yang keempat masih tsanawiyah (SMP). Dan yang kelima, masih SD. Dua-duanya di Nganjuk.
Semua anaknya itu lagi menghafal Alquran --ikut ibunya yang juga hafal Alquran.
”Anda hafal Alquran juga?” tanya saya kepada Novi.
”Saya hafal fulus,” gurau Novi. (dahlan iskan)