Seiring pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan menuju kehidupan tatan baru atau new normal, maka berpotensi ekonomi akan semakin melemah.
Hal ini karena kenaikan kasus positif Covid-19 akan memicu kembali ketakutan masyarakat untuk tidak keluar rumah. Kondisi ini akan menurunkan daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah dan atas.
"Kalau terjadi gelombang kedua (Covid-19), ya masyarakat jadi tidak mau belanja karena takut terpapar virus. Apalagi dengan kenaikan iuran BPJS Kesehata, masyarakat akan berpikir biaya kesehatan yang mahal," kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, kemarin (24/6).
Nah, dampaknya akan menurunkan pengdapatan ritel. Sehingga hal ini akan berkesinambungan semua sektor akan terdampak seperti ke industri manufaktur, otomotif, elektronik, pakaian hingga alas kaki.
Bahkan, kemungkinan bisa lebih parah dampaknya daripada awal corona masuk pada Maret lalu ke Tanah Air. "Kondisi ini membuat industri dalam posisi sulit. Sangat mungkin saja terjadi pabrik akan tutup dengan skala yang lebih besar," ucapnya.
Di sisi lain, ekspor akan terkoreksi karena seperti negara Cina yang berkontribusi 15 persen terhadap total ekspor non migas akan menerapkan locdown yang lebih luas jika memang terjadi gelombang kedua. "Locdown membuat ekspor anjlok karena permintaan dan supply bahan baku tersendat," ungkapnya.
Khusus Menteri Koordinator bidang Perekonomian Reza Yamora Siregar mengingatkan, pemerintah untuk berhati-hati dalam menghadapi wabah corona gelombang kedua. Karenanya, aktivitas ekonomi tidak sembarangan untuk dibuka.
"Kita harus waspadai dengan kemungkinan adanya gelombang kedua. Jadi, ekonomi enggak bisa main tutup buka saja," kata Riza.
Untuk itu, setiap aktivitas perekonomian harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan sehingga penyebaran Covid-19 tidak bertambah. "Sektor usaha harus menyiapkan protokol kesehatan. Itu sangat penting sekali," ucapnya.
Dalam hal ini, menurut dia, dibutuhkan keterlibatan semua pihak baik TNI/Polri dalam mengawasi protokol kesehatan di tengah-tengah masyarakat. "Tidak hanya dari sektor usaha, pemerintah tentu saja, pemda tentu saja, tapi juga Polri dan TNI akan membantu. Dalam arti kata supaya terjadi disiplin," paparnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memperkirakan jika ada hantaman Covid-19 gelombang kedua pertumbuhan ekonomi akan berkontraksi hingga 7,6 persen. Proyeski tersebut merupakan skenario dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
“Kalau hantaman single hit dari Covid-19 (tanpa gelombang kedua), kontraksi ekonomi global mencapai 6 persen,” ujarnya.
Menurut bendahara negara ini pada bulan keenam 2020, sudah banyak negara mengalami pertumbuhan negatif pada kuartal pertama. Maka, kemungkinan besar ekonomi nasional pada kuartal kedua masih akan kembali negati.
“Hampir semua negara maju juga diproyeksi mengalami kontraksi yang sangat dalam hingga dua digit,” katanya. (din/zul/fin)