"Negeri ini dibangun atas dasar kebersamaan dengan segala perbedaan yang ada. Karena kita harus mengakui ada orang lain yang memiliki keyakinan berbeda di Indonesia. Di dalam Pancasila pengakuan terhadap Bhinneka Tunggal Ika itu ada di sana," pungkasnya.
Terpisah, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menurunkan derajat Pancasila . Karena memonopoli penafsiran Pancasila yang merupakan kesepakatan dan milik bersama.
Menurunkan derajat tersebut yakni dengan mengaturnya ke dalam UU. Menurutnya, menyempitkan arti dan memonopoli Pancasila berbahaya bagi eksistensi NKRI yang berdasarkan Pancasila. "Saya meminta Presiden Joko Widodo menghentikan pembahasan RUU HIP tersebut karena akan memecah belah bangsa," kata Din di Jakarta, Sabtu (13/6).
Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI Ahmad M Ali menegaskan fraksinya menolak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Dia ingin TAP MPRS MPRS No 25/1966 tentang pembubaran PKI dijadikan landasan atau konsideran di dalam RUU tersebut. "NasDem tidak dapat mendukung kelanjutan RUU itu ke tahap pembahasan selanjutnya, sepanjang belum dicantumkannya TAP MPRS No. 25 Tahun 1966 sebagai salah satu konsideran di dalam RUU tersebut," tegas Ahmad Ali di Jakarta, Sabtu (13/6).
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyerukan penolakan terhadap RUU HIP. Sebab tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966. Ali menjelaskan konsideran itu tetap harus dicantumkan dalam RUU HIP sebagai salah satu bentuk akomodasi kepentingan dan kedewasaan berpolitik DPR. "Alam kehidupan bangsa Indonesia adalah alam yang berbeda dengan Orde Lama dan Orde Baru. Bagaimana pun RUU HIP adalah cara pandang terhadap Pancasila di abad ke-21. Jadi niat dan tujuannya baik," terangnya.(rh/fin)