Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kecewa dengan tuntutan satu tahun penjara bagi penyerang penyidik KPK Novel Baswedan. Tuntutan tersebut dinilai tak bisa diterima akal sehat.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya jelas kecewa terkait tuntutan ringan terhadap dua penyerang penyidik KPK Novel Baswedan. Meski demikian, dia berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis maksimal bagi dua terdakwa.
"KPK berharap majelis hakim akan memutus dengan seadil-adilnya dengan menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan kesalahan dan perbuatan yang terbukti nantinya serta mempertimbangkan rasa keadilan publik, termasuk posisi Novel Baswedan sebagai korban saat menjalankan tugasnya menangani kasus korupsi," ujarnya dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (12/6/).
Dikatakannya kasus Novel merupakan ujian bagi rasa keadilan dan nurani sebagai penegak hukum. Sebab secara nyata ada penegak hukum yang menjadi korban ketika sedang menangani kasus-kasus korupsi besar.
"Kami juga telah mendengar tuntutan JPU (jaksa penuntut umum) yang menuntut para terdakwa dengan hukuman penjara selama 1 tahun dalam perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan," ujarnya.
Ali menyebut, pihaknya memahami kekecewaan Novel sebagai korban terkait tuntutan yang rendah dan pertimbangan-pertimbangan serta amar dalam tuntutan tersebut.
"Kami juga mendengar suara publik yang banyak menyesalkan hal tersebut. Kami menyerukan kembali pentingnya perlindungan bagi para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya," ujarnya.
Kekecewaan dan protes atas tuntutan terhadap terdakwa penyerang Novel juga dilontarkan mantan pimpinan KPK Laode M Syarif.
Dia menilai tuntutan tersebut sangat tidak logis.
"Tidak dapat diterima akal sehat," ucapnya.
Dia membandingkan dengan kasus tindak pidana penganiayaan yang menjerat Bahar Bin Smith. Saat itu, Jaksa menuntut Bahar dengan hukuman 6 tahun penjara.
"Bandingkan saja dengan penganiayaan Bahar Bin Smith," katanya.
Atas tuntutan rendah itu, Syarif juga mengatakan bahwa proses persidangan kasus penyerangan Novel hanya 'panggung sandiwara'.
"Saya melihat pengadilan ini sebagai 'panggung sandiwara'," ungkapnya.
Demikian pula diungkapkan Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni.