Logika Marah

Senin 08-06-2020,09:20 WIB

Tentu saya menunggu Zoom ini sampai acara demo yoga oleh Tio. Dia guru yoga sangat terkenal. Saya belum pernah melihatnyi.

Di masa covid ini Tio lebih terkenal lagi. Terutama sejak ia membuka kelas di Zoom. Tiap hari 500 orang rebutan 'seat' yang hanya untuk 12 orang.

Tiap hari Tio membuka 'tender' untuk kelas keesokan harinya. Tendernya online. Bukan di WA tapi di Line. Dalam dua menit kuota 12 orang sudah penuh.

Tio tidak memberi tahu tender itu diadakan jam berapa. Sepanjang pagi muridnya harus memelototi layar ponsel. Agar begitu tender dibuka bisa rebutan kuota.

Tio tidak mau membuka kelas besar. Agar bisa mengawasi semua muridnyi --lewat laptopnyi.

Belakangan dia buka kelas baru di jam yang berbeda. Tetap saja jadi rebutan. Padahal dia sudah membuka kelas instagram yang gratis. Tapi daya tarik Tio tidak hanya pada gerakannyi. Melainkan juga caranyi memperbaiki gerakan muridnyi.

"Saya tidak hanya mengajar Yoga. Saya juga mengajar kebaikan," ujarnyi. Saya memang mewawancarainyi seusai Zoom kemarin.

Salah satu yang terus ditekankannyi adalah: jangan ego. Kendalikan ego. Dia sendiri tidak mau bersikap rakus --tarif yang tinggi dan murid yang banyak.

Melihat pembawaannyi Tio ini seperti orang Bali. Lembut dan halus. Ternyata dia orang Batak. Guru yoga dan meditasinyi yang orang Bali.

"Jiwa saya memang lebih ke Bali. Tapi keras suara dan fighting spirit saya masih Batak asli haha…," ujarnyi.

Tio baru tertarik yoga di umur 34 tahun. Ada kejadian khusus yang membuatnyi lari ke yoga. Yakni setelah bapaknyi meninggal. "Jiwa saya agak guncang. Kerja saya semakin ambisius," ujarnyi.

Tio sangat 'anak bapak'. Ditinggal bapaknyi itu Tio merasa berubah. Menjadi self center, narcicist dan berujung pada depresi.

"Saya merasa tidak bahagia dengan kehidupan yang saya jalani. Padahal banyak hal berhasil saya capai," katanyi.

Waktu itu Tio menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar. "Karir, pujian dan popularitas ternyata tidak membuat saya damai," katanyi.

Saat depresi itu dia memutuskan berhenti berkarir. Dia melanglang negara. Dia keliling Asia --seorang diri. Selama 3 bulan. "Di Kamboja saya melihat tempat yoga sederhana sekali. Tapi energi yang muncul dari tempat itu penuh ketenangan," katanyi.

Di Kamboja itulah dia mulai tertarik yoga. Dia mulai belajar bahwa bahagia itu berbeda dengan rasa gembira.

Tags :
Kategori :

Terkait