Oleh: Dahlan Iskan
SATU dokter lagi meninggal dunia. Di Surabaya. Senin lalu.
Memang ia sudah pensiun. Juga sudah sakit-sakitan: gula darah, tekanan darah tinggi, dan belakangan komplikasi itu sampai ke ginjal --begitulah memang kalau gula darah tidak teratasi.
Namanya: Dokter Boedhi Harsono. Ahli penyakit dalam. Lulusan Universitas Brawijaya, Malang.
Ketika masuk rumah sakit sebenarnya bukan karena Covid-19. Lebih terkait dengan semua penyakitnya tadi. Hanya saja ketika dites ternyata positif Covid-19.
Maka ia pun dibukukan meninggal karena virus Corona baru.
Tentu, istrinya amat sedih.
Dia juga seorang dokter. Ahli jantung. Masih aktif. Masih buka praktek di tiga rumah sakit.
Setelah dites sang istri ternyata juga positif Covid-19. Dirawat di rumah sakit yang sama: National Hospital Surabaya.
Ketika suaminyi meninggal dia masih dirawat di RS itu. Yang salah satu lantainya dikhususkan untuk perawatan pasien Covid-19 --dengan sistem isolasi yang ketat.
Sang istri tertular suami atau sebaliknya?
Kelihatannya sebaliknya. Setelah dilacak sang ahli jantung pernah menerima pasien. Yakni saat berpraktek di RS Mitra Keluarga Surabaya. Pasien itu mengaku punya masalah jantung.
”Dokter kita memang belum dibiasakan bersikap selektif,” ujar dr. Brahmana, Ketua Ikatan Dokter (IDI) Surabaya. ”Kalau ada pasien yang datang ke praktek pasti diterima,” tambahnya.
”Tidak ada dokter yang mengharuskan pasiennya menjalani tes dulu di bagian penerimaan pasien,” papar dr. Brahmana.
Bulan lalu saya diundang dr. Brahmana ke gedung IDI yang bagus itu. Yang letaknya di dekat RSUD dr. Soetomo itu. Saya diajak dialog yang direkam. Untuk pembuatan video bagi para dokter. Agar lebih hati-hati selama pandemi ini.